1) Aniccā vata saṅkhārā
Uppāda-vaya-dhammino
Uppajjitvā nirujjhanti
Tesaṁ vūpasamo sukho
2) Sabbe sattā maranti ca
Mariṁsu ca marissare
Tathevāhaṁ marissāmi
Natthi me ettha saṁsayo.
1) Segala yang terbentuk tidak kekal adanya
Bersifat timbul dan tenggelam
Setelah timbul akan hancur dan lenyap
Bahagia timbul setelah gelisah lenyap.
2) Semua makhluk akan mengalami kematian
Mereka telah berkali-kali mengalami kematian, dan akan selalu demikian;
Begitu pula saya, pasti mengalami kematian juga
Keragu-raguan tentang ini tidak ada dalam diriku.
Semua isi dari blog ini adalah kutipan-kutipan yang diambil penulis dari beberapa sumber. Maksud penulis membuat blog ini adalah untuk mempelajari ajaran ajaran dari Sang Guru Agung (Sang Bhudda) dan untuk sharing dhamma kepada teman yang ingin mempelajari Ajaran Sang Guru Agung.
Sunday, 26 April 2015
ETTĀVATĀ
Handa mayaṁ Ettāvatā diṇṇaṁ bhaṇāma se.
1) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe devā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
2) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe bhūtā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
3) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe sattā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
4) Idaṁ vo ñātinaṁ hotu
Sukhitā hontu ñātayo
(tiga kali)
5) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu . . . . . . . . (sebutkan nama almarhum/almarhumah)
(tiga kali)
6) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu tvaṁ sadā'ti
SĀDHU! SĀDHU! SĀDHU!
1) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua dewa turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
2) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk halus turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
3) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk hidup turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
4) Semoga jasa-jasa ini melimpah
Pada sanak keluarga yang telah meninggal;
Semoga mereka berbahagia.
(tiga kali)
5) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi almarhum . . . . . . . .
(tiga kali)
6) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi kita selamanya.
1) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe devā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
2) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe bhūtā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
3) Ettāvatā ca amhehi
Sambhataṁ puñña-sampadaṁ
Sabbe sattā anumodantu
Sabba-sampatti-siddhiyā.
4) Idaṁ vo ñātinaṁ hotu
Sukhitā hontu ñātayo
(tiga kali)
5) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu . . . . . . . . (sebutkan nama almarhum/almarhumah)
(tiga kali)
6) Ākāsaṭṭhā ca bhummaṭṭhā
Devā nāgā mahiddhikā
Puññaṁ taṁ anumoditvā
Ciraṁ rakkhantu tvaṁ sadā'ti
SĀDHU! SĀDHU! SĀDHU!
1) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua dewa turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
2) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk halus turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
3) Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa;
Semoga semua makhluk hidup turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
4) Semoga jasa-jasa ini melimpah
Pada sanak keluarga yang telah meninggal;
Semoga mereka berbahagia.
(tiga kali)
5) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi almarhum . . . . . . . .
(tiga kali)
6) Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa;
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi kita selamanya.
SĀRĀṆĪYADHAMMA SUTTAṀ
Samaggakaraṇo buddho sāmaggiyaṁ niyojako,
Samaggakaraṇo dhamme sārāṇīye adesayi,
Aññamaññaṁ piyataya sādhino gāravassa ca,
Saṅgahāyāvivādāya sāmaggiyekatāya ca,
Saṁvattanteva bhikkhūnaṁ dhammena paṭipajjataṁ,
Tesampakāsakaṁ suttaṁ yaṁ sambuddhena bhāsitaṁ,
Sutvānānukaraṇena yathā buddhena desitaṁ,
Sādhūnaṁ atthasiddhatthaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se:
Evam-me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā, Sāvatthiyaṁ viharati, Jetavane
Anāthapiṇḍikassa, ārāme. Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi,
“Bhikkhavo” ti. “Bhadante” te bhikkhū Bhagavato paccassosuṁ.
Bhagavā etad-avoca:
“Chayime bhikkhave dhammā sārāṇīyā piya-karaṇā garu-karaṇā,
saṅgahāya avivādāya sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattanti. Katame cha?
“Idha bhikkhave bhikkhuno, mettaṁ kāya-kammaṁ
paccupaṭṭhitaṁ hoti, sabrahmacārīsu āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhuno, mettaṁ vacī-kammaṁ
paccupaṭṭhitaṁ hoti, sabrahmacārīsu āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhuno, mettaṁ mano-kammaṁ
paccupaṭṭhitaṁ hoti, sabrahmacārīsu āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇiyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhu, ye te lābhā dhammikā
dhamma-laddhā, antamaso patta-pariyāpanna-mattampi, tathārūpehi
lābhehi appaṭivibhattabhogī hoti, sīlavantehi sabrahmacārīhi
sādhāraṇa-bhogī. Ayampi dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo,
saṅgahāya avivādāya sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhu, yāni tāni sīlāni akhaṇḍāni
achiddāni asabalāni akammāsāni, bhujissāni viññūpasatthāni
aparāmaṭṭhāni samādhi-saṁvattanikāni. Tathārūpesu sīlesu sīlasāmaññagato
viharati, sabrahmacārīhi āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhu, yāyaṁ diṭṭhi ariyā niyyānikā,
niyyāti takkarassa sammā-dukkhakkhāyaya, tathārūpāya diṭṭhiyā
diṭṭhi-sāmaññagato viharati, sabrahmacārīhi avi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Ime kho bhikkhave cha dhammā sārāṇiyā piya-karaṇā garukaraṇā,
saṅgahāya avivādāya sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattantī” ti.
Idam-avoca Bhagavā. Attamanā te bhikkhū Bhagavato bhāsitaṁ,
abhinandunti.
Sārāṇīyadhamma Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
Demikianlah yang telah saya dengar:
Pada waktu Sang Bhagavā bersemayam di JETAVANA-ĀRĀMA yang didirikan
Anāthapiṇḍika di kota SĀVATTHĪ. Pada kesempatan itu Sang Bhagavā
memanggil para bhikkhu: “Duhai, para Bhikkhu.” Para bhikkhu datang
menghadap. Sang Bhagavā bersabda:
“Duhai, para Bhikkhu, terdapat enam Dhamma yang bertujuan agar kita
saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong,
saling menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan
dan kesatuan:
“Duhai, para Bhikkhu, Bhikkhu di dalam BUDDHA-SĀSANA ini
memancarkan cinta kasih dalam perbuatannya terhadap mereka yang
menjalankan kesucian, baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini
akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling
menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: Bhikkhu di dalam BUDDHASĀSANA
ini memancarkan cinta kasih dalam ucapan terhadap mereka yang
menjalankan kesucian, baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini
akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling
menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: Bhikkhu di dalam BUDDHASĀSANA
ini memancarkan cinta kasih dalam pikiran terhadap mereka yang
menjalankan kesucian, baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini
akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling
menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, satu hal yang telah diperoleh
dengan benar: dāna makanan *) yang diperoleh dengan menerimanya di
rumah umat atau di vihāra. Dāna makanan itu diterima sebagai milik
bersama, kemudian dibagikan pada sesama yang menjalankan SĪLA dan
KESUCIAN. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling
mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: mereka yang bersama-sama
melaksanakan SĪLA dengan baik. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling
mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling
menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan
kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: mereka yang mempunyai
pandangan yang sama. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat,
saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari
percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, enam Dhamma ini akan menunjang tujuan agar
saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong,
saling menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan
dan kesatuan.”
Sesudah Sang Bhagavā selesai berkhotbah, para bhikkhu gembira dan
senang hati.
Samaggakaraṇo dhamme sārāṇīye adesayi,
Aññamaññaṁ piyataya sādhino gāravassa ca,
Saṅgahāyāvivādāya sāmaggiyekatāya ca,
Saṁvattanteva bhikkhūnaṁ dhammena paṭipajjataṁ,
Tesampakāsakaṁ suttaṁ yaṁ sambuddhena bhāsitaṁ,
Sutvānānukaraṇena yathā buddhena desitaṁ,
Sādhūnaṁ atthasiddhatthaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se:
Evam-me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā, Sāvatthiyaṁ viharati, Jetavane
Anāthapiṇḍikassa, ārāme. Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi,
“Bhikkhavo” ti. “Bhadante” te bhikkhū Bhagavato paccassosuṁ.
Bhagavā etad-avoca:
“Chayime bhikkhave dhammā sārāṇīyā piya-karaṇā garu-karaṇā,
saṅgahāya avivādāya sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattanti. Katame cha?
“Idha bhikkhave bhikkhuno, mettaṁ kāya-kammaṁ
paccupaṭṭhitaṁ hoti, sabrahmacārīsu āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhuno, mettaṁ vacī-kammaṁ
paccupaṭṭhitaṁ hoti, sabrahmacārīsu āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhuno, mettaṁ mano-kammaṁ
paccupaṭṭhitaṁ hoti, sabrahmacārīsu āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇiyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhu, ye te lābhā dhammikā
dhamma-laddhā, antamaso patta-pariyāpanna-mattampi, tathārūpehi
lābhehi appaṭivibhattabhogī hoti, sīlavantehi sabrahmacārīhi
sādhāraṇa-bhogī. Ayampi dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo,
saṅgahāya avivādāya sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhu, yāni tāni sīlāni akhaṇḍāni
achiddāni asabalāni akammāsāni, bhujissāni viññūpasatthāni
aparāmaṭṭhāni samādhi-saṁvattanikāni. Tathārūpesu sīlesu sīlasāmaññagato
viharati, sabrahmacārīhi āvi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Puna caparaṁ bhikkhave bhikkhu, yāyaṁ diṭṭhi ariyā niyyānikā,
niyyāti takkarassa sammā-dukkhakkhāyaya, tathārūpāya diṭṭhiyā
diṭṭhi-sāmaññagato viharati, sabrahmacārīhi avi ceva raho ca. Ayampi
dhammo sārāṇīyo piya-karaṇo garu-karaṇo, saṅgahāya avivādāya
sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattati.
“Ime kho bhikkhave cha dhammā sārāṇiyā piya-karaṇā garukaraṇā,
saṅgahāya avivādāya sāmaggiyā ekī-bhāvāya saṁvattantī” ti.
Idam-avoca Bhagavā. Attamanā te bhikkhū Bhagavato bhāsitaṁ,
abhinandunti.
Sārāṇīyadhamma Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
Demikianlah yang telah saya dengar:
Pada waktu Sang Bhagavā bersemayam di JETAVANA-ĀRĀMA yang didirikan
Anāthapiṇḍika di kota SĀVATTHĪ. Pada kesempatan itu Sang Bhagavā
memanggil para bhikkhu: “Duhai, para Bhikkhu.” Para bhikkhu datang
menghadap. Sang Bhagavā bersabda:
“Duhai, para Bhikkhu, terdapat enam Dhamma yang bertujuan agar kita
saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong,
saling menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan
dan kesatuan:
“Duhai, para Bhikkhu, Bhikkhu di dalam BUDDHA-SĀSANA ini
memancarkan cinta kasih dalam perbuatannya terhadap mereka yang
menjalankan kesucian, baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini
akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling
menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: Bhikkhu di dalam BUDDHASĀSANA
ini memancarkan cinta kasih dalam ucapan terhadap mereka yang
menjalankan kesucian, baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini
akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling
menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: Bhikkhu di dalam BUDDHASĀSANA
ini memancarkan cinta kasih dalam pikiran terhadap mereka yang
menjalankan kesucian, baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini
akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling
menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, satu hal yang telah diperoleh
dengan benar: dāna makanan *) yang diperoleh dengan menerimanya di
rumah umat atau di vihāra. Dāna makanan itu diterima sebagai milik
bersama, kemudian dibagikan pada sesama yang menjalankan SĪLA dan
KESUCIAN. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling
mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: mereka yang bersama-sama
melaksanakan SĪLA dengan baik. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling
mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling
menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan
kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu: mereka yang mempunyai
pandangan yang sama. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat,
saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari
percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“Duhai, para Bhikkhu, enam Dhamma ini akan menunjang tujuan agar
saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong,
saling menghindari percekcokan; yang akan menunjang kerukunan, persatuan
dan kesatuan.”
Sesudah Sang Bhagavā selesai berkhotbah, para bhikkhu gembira dan
senang hati.
BALA SUTTAṀ
Tathāgato balappatto loke appaṭipuggalo
Yesaṁ subhāvitattā kho samboddhuṁ paṭipannako
Dhamme sambujjhate samma klesaniddāya bujjhati
Tesampakāsakaṁ suttaṁ yaṁ so jino adesayi
Maṅgalatthāya sabbesaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se
Evam-me suttaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagava, Sāvatthiyaṁ viharati, Jetavane
Anāthapiṇḍikassa, ārāme. Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi,
“Bhikkhavo” ti. “Bhadante” te bhikkhū Bhagavato paccassosuṁ.
Bhagavā etad-avoca:
Pañcimāni bhikkhave balāni. Katamāni pañca: saddhābalaṁ
viriyabalaṁ satibalaṁ samādhibalaṁ paññābalaṁ.
Katamañca bhikkhave saddhābalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
saddho hoti. Saddahati tathāgatassa bodhiṁ: iti pi so Bhagavā Arahaṁ
Sammā-Sambuddho, Vijjā-caraṇa-sampanno Sugato Lokavidū, Anuttaro
purisa-damma-sārathi satthā deva-manussānaṁ Buddho Bhagavā'ti.
Idaṁ vuccati bhikkhave saddhābalaṁ.
Katamañca bhikkhave viriyabalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
āraddhaviriyo viharati, akusalānaṁ dhammānaṁ pahānāya, kusalānaṁ
dhammānaṁ upasampadāya, thāmavā daḷhaparakkamo
anikkhittadhuro kusalesu dhammesu. Idaṁ vuccati bhikkhave
viriyabalaṁ.
Katamañca bhikkhave satibalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
satimā hoti, paramena satanepakkena samannāgato, cirakatampi
cirabhāsitampi saritā anussaritā. Idaṁ vuccati bhikkhave satibalaṁ.
Katamañca bhikkhave samādhibalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako,
vivicceva kāmehi vivicca akusalehi dhammehi, savitakkaṁ savicāraṁ
vivekajampītisukhaṁ paṭhamaṁ jhānaṁ upasampajja viharati,
vitakkavicārānaṁ vūpasamā, ajjhat taṁ sampasādanaṁ cetaso
ekodibhāvaṁ avitakkaṁ avicāraṁ, samādhijampītisukhaṁ dutiyaṁ
jhānaṁ upasampajja viharati, pītiyā ca virāgā upekkhako ca viharati
sato ca sampajāno, sukhañca kāyena paṭisaṁvedeti, yantaṁ ariyā
ācikkhanti upekkhako satimā sukkavihārīti, tatiyaṁ jhanaṁ
upasampajja viharati, sukhassa ca pahānā dukkhassa ca pahānā, pubbe
va somanassadomanassānaṁ atthaṅgamā, adukkhamasukhaṁ
upekkhāsatipārisuddhiṁ, catutthaṁ jhanaṁ upasampajja viharati.
Idaṁ vuccati bhikkhave samādhibalaṁ.
Katamañca bhikkhave paññābalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
paññavā hoti, udayatthagāminiyā paññāya samannāgato, ariyāya
nibbedhikāya sammādukkhayagāminiyā. Idaṁ vuccati bhikkhave
paññābalaṁ.
Imāni kho bhikkhave pañca balānī'ti.
Idam-avoca Bhagavā. Attamanā te bhikkhū Bhagavato bhāsitaṁ,
abhinandunti.
Bala Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
Demikianlah yang telah saya dengar:
Pada waktu Sang Bhagavā sedang bersemayam di vihāra JETAVANA-ĀRĀMA
yang didirikan oleh ANĀTHAPIṆḌIKA di kota SĀVATTHĪ. Pada waktu itu
Sang BHAGAVĀ memanggil para bhikkhu: “Duhai, para Bhikkhu.” Para
bhikkhu segera menghadap Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā
mengatakan kepada mereka:
“Duhai, para Bhikkhu, terdapat lima kekuatan. Apakah lima kekuatan
itu? Lima kekuatan itu adalah: KEKUATAN KEYAKINAN, KEKUATAN
SEMANGAT, KEKUATAN KESADARAN, KEKUATAN SAMĀDHI dan KEKUATAN
KEBIJAKSANAAN.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN KEYAKINAN?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu, para Bhikkhu
(termasuk umat) adalah siswa-siswa yang baik di dalam BUDDHA-SĀSANA,
yang yakin akan sifat-sifat luhur Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang Telah
Mencapai Penerangan Sempurna; Sempurna pengetahuan serta tindaktanduk-
Nya, Sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbāna), Pengenal segenap
alam; Pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia,
Yang Sadar (Bangun), Yang patut Dimuliakan.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN SEMANGAT?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu, siswa yang baik di
dalam BUDDHA-SĀSANA ini bersemangat untuk menghindari AKUSALAKAMMA,
bersemangat untuk banyak berbuat (mengumpulkan) KUSALAKAMMA.
Mereka tekun, teguh, tidak mudah patah semangat, memperhatikan
KUSALA-DHAMMA (hal-hal yang baik). Inilah KEKUATAN SEMANGAT.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN KESADARAN?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai para Bhikkhu, siswa yang baik di
dalam BUDDHA-SĀSANA ini memiliki KESADARAN yang baik. Mengingat
tindakan yang pernah diperbuat; dan yang telah dibuat masih diingat;
mengingat perkataan yang pernah diucapkan; dan yang telah dibicarakan
masih diingat. Inilah KEKUATAN KESADARAN.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN SAMĀDHI?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu, siswa yang baik di
dalam BUDDHA-SĀSANA ini memiliki KEKUATAN SAMĀDHI yang baik.
Mereka memiliki SAMĀDHI yang sempurna, dan diterangkan-Nya sebagai
berikut: “Demikianlah ia (bhikkhu) menjauhkan diri dari keinginan nafsu indria, dan berdiam dalam Jhāna Pertama, yakni suatu keadaan batin yang
bergembira (Pīti) dan berbahagia (Sukha), yang masih disertai dengan
Vitakka (pengarahan pikiran pada objek) dan Vicāra (usaha mempertahankan
pikiran pada objek). Kemudian setelah membebaskan diri dari Vitakka dan
Vicāra, ia memasuki dan berdiam dalam Jhāna Kedua, yakni keadaan batin
yang bergembira dan bahagia, tanpa disertai dengan Vitakka dan Vicāra.
Selanjutnya dalam keadaan batin seimbang yang disertai dengan perhatian
murni dan jelas, tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia yang dikatakan
oleh Para Ariya sebagai 'Kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang hatinya
seimbang dan penuh perhatian murni' dan ia memasuki dan berdiam dalam
Jhāna Ketiga. Kemudian dengan menyingkirkan perasaan bahagia, dengan
menghilangkan perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan
sebelumnya, ia memasuki dan berdiam dalam Jhāna Keempat, yakni suatu
keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (Sati-
Parisuddhi), bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia. Demikianlah
pelaksanaan Samādhi.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN
KEBIJAKSANAAN?” Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu,
siswa-siswa di dalam BUDDHA-SĀSANA ini memiliki KEBIJAKSANAAN.
Mereka memiliki KEBIJAKSANAAN yang sempurna, yang bisa mengingat akan
muncul dan lenyapnya segala sesuatu. Ini adalah KEKUATAN
KEBIJAKSANAAN.
“Duhai, para Bhikkhu, hal-hal yang diterangkan inilah yang dinamakan
Lima Kekuatan.”
Setelah Sang Bhagavā selesai berkhotbah, para bhikkhu gembira dan
senang hati.
Yesaṁ subhāvitattā kho samboddhuṁ paṭipannako
Dhamme sambujjhate samma klesaniddāya bujjhati
Tesampakāsakaṁ suttaṁ yaṁ so jino adesayi
Maṅgalatthāya sabbesaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se
Evam-me suttaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagava, Sāvatthiyaṁ viharati, Jetavane
Anāthapiṇḍikassa, ārāme. Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi,
“Bhikkhavo” ti. “Bhadante” te bhikkhū Bhagavato paccassosuṁ.
Bhagavā etad-avoca:
Pañcimāni bhikkhave balāni. Katamāni pañca: saddhābalaṁ
viriyabalaṁ satibalaṁ samādhibalaṁ paññābalaṁ.
Katamañca bhikkhave saddhābalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
saddho hoti. Saddahati tathāgatassa bodhiṁ: iti pi so Bhagavā Arahaṁ
Sammā-Sambuddho, Vijjā-caraṇa-sampanno Sugato Lokavidū, Anuttaro
purisa-damma-sārathi satthā deva-manussānaṁ Buddho Bhagavā'ti.
Idaṁ vuccati bhikkhave saddhābalaṁ.
Katamañca bhikkhave viriyabalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
āraddhaviriyo viharati, akusalānaṁ dhammānaṁ pahānāya, kusalānaṁ
dhammānaṁ upasampadāya, thāmavā daḷhaparakkamo
anikkhittadhuro kusalesu dhammesu. Idaṁ vuccati bhikkhave
viriyabalaṁ.
Katamañca bhikkhave satibalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
satimā hoti, paramena satanepakkena samannāgato, cirakatampi
cirabhāsitampi saritā anussaritā. Idaṁ vuccati bhikkhave satibalaṁ.
Katamañca bhikkhave samādhibalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako,
vivicceva kāmehi vivicca akusalehi dhammehi, savitakkaṁ savicāraṁ
vivekajampītisukhaṁ paṭhamaṁ jhānaṁ upasampajja viharati,
vitakkavicārānaṁ vūpasamā, ajjhat taṁ sampasādanaṁ cetaso
ekodibhāvaṁ avitakkaṁ avicāraṁ, samādhijampītisukhaṁ dutiyaṁ
jhānaṁ upasampajja viharati, pītiyā ca virāgā upekkhako ca viharati
sato ca sampajāno, sukhañca kāyena paṭisaṁvedeti, yantaṁ ariyā
ācikkhanti upekkhako satimā sukkavihārīti, tatiyaṁ jhanaṁ
upasampajja viharati, sukhassa ca pahānā dukkhassa ca pahānā, pubbe
va somanassadomanassānaṁ atthaṅgamā, adukkhamasukhaṁ
upekkhāsatipārisuddhiṁ, catutthaṁ jhanaṁ upasampajja viharati.
Idaṁ vuccati bhikkhave samādhibalaṁ.
Katamañca bhikkhave paññābalaṁ: idha bhikkhave ariyasāvako
paññavā hoti, udayatthagāminiyā paññāya samannāgato, ariyāya
nibbedhikāya sammādukkhayagāminiyā. Idaṁ vuccati bhikkhave
paññābalaṁ.
Imāni kho bhikkhave pañca balānī'ti.
Idam-avoca Bhagavā. Attamanā te bhikkhū Bhagavato bhāsitaṁ,
abhinandunti.
Bala Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
Demikianlah yang telah saya dengar:
Pada waktu Sang Bhagavā sedang bersemayam di vihāra JETAVANA-ĀRĀMA
yang didirikan oleh ANĀTHAPIṆḌIKA di kota SĀVATTHĪ. Pada waktu itu
Sang BHAGAVĀ memanggil para bhikkhu: “Duhai, para Bhikkhu.” Para
bhikkhu segera menghadap Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā
mengatakan kepada mereka:
“Duhai, para Bhikkhu, terdapat lima kekuatan. Apakah lima kekuatan
itu? Lima kekuatan itu adalah: KEKUATAN KEYAKINAN, KEKUATAN
SEMANGAT, KEKUATAN KESADARAN, KEKUATAN SAMĀDHI dan KEKUATAN
KEBIJAKSANAAN.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN KEYAKINAN?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu, para Bhikkhu
(termasuk umat) adalah siswa-siswa yang baik di dalam BUDDHA-SĀSANA,
yang yakin akan sifat-sifat luhur Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang Telah
Mencapai Penerangan Sempurna; Sempurna pengetahuan serta tindaktanduk-
Nya, Sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbāna), Pengenal segenap
alam; Pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia,
Yang Sadar (Bangun), Yang patut Dimuliakan.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN SEMANGAT?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu, siswa yang baik di
dalam BUDDHA-SĀSANA ini bersemangat untuk menghindari AKUSALAKAMMA,
bersemangat untuk banyak berbuat (mengumpulkan) KUSALAKAMMA.
Mereka tekun, teguh, tidak mudah patah semangat, memperhatikan
KUSALA-DHAMMA (hal-hal yang baik). Inilah KEKUATAN SEMANGAT.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN KESADARAN?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai para Bhikkhu, siswa yang baik di
dalam BUDDHA-SĀSANA ini memiliki KESADARAN yang baik. Mengingat
tindakan yang pernah diperbuat; dan yang telah dibuat masih diingat;
mengingat perkataan yang pernah diucapkan; dan yang telah dibicarakan
masih diingat. Inilah KEKUATAN KESADARAN.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN SAMĀDHI?”
Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu, siswa yang baik di
dalam BUDDHA-SĀSANA ini memiliki KEKUATAN SAMĀDHI yang baik.
Mereka memiliki SAMĀDHI yang sempurna, dan diterangkan-Nya sebagai
berikut: “Demikianlah ia (bhikkhu) menjauhkan diri dari keinginan nafsu indria, dan berdiam dalam Jhāna Pertama, yakni suatu keadaan batin yang
bergembira (Pīti) dan berbahagia (Sukha), yang masih disertai dengan
Vitakka (pengarahan pikiran pada objek) dan Vicāra (usaha mempertahankan
pikiran pada objek). Kemudian setelah membebaskan diri dari Vitakka dan
Vicāra, ia memasuki dan berdiam dalam Jhāna Kedua, yakni keadaan batin
yang bergembira dan bahagia, tanpa disertai dengan Vitakka dan Vicāra.
Selanjutnya dalam keadaan batin seimbang yang disertai dengan perhatian
murni dan jelas, tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia yang dikatakan
oleh Para Ariya sebagai 'Kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang hatinya
seimbang dan penuh perhatian murni' dan ia memasuki dan berdiam dalam
Jhāna Ketiga. Kemudian dengan menyingkirkan perasaan bahagia, dengan
menghilangkan perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan
sebelumnya, ia memasuki dan berdiam dalam Jhāna Keempat, yakni suatu
keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (Sati-
Parisuddhi), bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia. Demikianlah
pelaksanaan Samādhi.
“Duhai, para Bhikkhu, bagaimanakah tentang KEKUATAN
KEBIJAKSANAAN?” Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai, para Bhikkhu,
siswa-siswa di dalam BUDDHA-SĀSANA ini memiliki KEBIJAKSANAAN.
Mereka memiliki KEBIJAKSANAAN yang sempurna, yang bisa mengingat akan
muncul dan lenyapnya segala sesuatu. Ini adalah KEKUATAN
KEBIJAKSANAAN.
“Duhai, para Bhikkhu, hal-hal yang diterangkan inilah yang dinamakan
Lima Kekuatan.”
Setelah Sang Bhagavā selesai berkhotbah, para bhikkhu gembira dan
senang hati.
OVĀDAPĀṬIMOKKHĀDIPĀṬHO
Sattannaṁ bhagavantānaṁ sambuddanaṁ mahesinaṁ,
Ovādapāṭimokkhassa uddesattena dassitā,
Mahāpadānasuttante tisso gāthāti no sutaṁ,
Tīhi sikkhāhi saṅkhittaṁ yāsu buddhāna sāsanam,
Tāsampakāsakaṁ Dhammapariyāyaṁ bhaṇāma se:
Uddiṭṭhaṁ kho tena Bhagavatā jānatā passatā arahatā sammāsambuddhena:
Ovāda-pāṭimokkhaṁ tīhi gāthāhi.
1) Khantī paramaṁ tapo tītikkhā
Nibbānaṁ paramaṁ vadanti Buddhā,
Na hi pabbajito parūpaghātī
Samaṇo hoti paraṁ viheṭhayanto.
2) Sabba-pāpassa akaraṇaṁ,
Kusalassūpasampadā,
Sacitta-pariyodapanaṁ:
Etaṁ Buddhāna-Sāsanaṁ.
3) Anūpavādo anūpaghāto
Pāṭimokkhe ca saṁvaro
Mattaññutā ca bhattasmiṁ
Pantañca sayanāsanaṁ.
Adhicitte ca āyogo:
Etaṁ Buddhāna-Sāsananti.
Anekapariyāyena kho pana tena bhagavatā jānatā passatā arahatā
sammāsambuddhena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ, samādhi
sammadakkhāto, paññā sammadakkhātā.
Kathañca sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā, heṭṭhimenapi
pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā, uparimena pariyāyena,
sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā.
Kathañca heṭṭhimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ
bhagavatā, idha ariyasāvako:
1) Pāṇātipātā paṭivirato hoti,
2) Adinnādānā paṭivirato hoti,
3) Kāmesu micchācārā paṭivirato hoti,
4) Musāvādā paṭivirato hoti,
5) Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā paṭivirato hotīti,
Evaṁ kho heṭṭhimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā.
Kathañca uparimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ
bhagavatā, idha bhikkhu sīlavā hoti, pāṭimokkhasaṁvarasaṁvuto
viharati ācāragocarasampanno, aṇumattesu vajjesu bhayadassāvī
samādāya sikkhati sikkhāpadesūti.
Evaṁ kho uparimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ
bhagavatā.
Kathañca samādhi sammadakkhāto bhagavatā, heṭṭhimenapi
pariyāyena, samādhi sammadakkhāto bhagavatā, uparimenapi
pariyāyena, samādhi sammadakkhāto bhagavatā.
Kathañca heṭṭhimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā, idha ariyasāvako vossaggārammaṇaṁ karitvā, labhati
samādhiṁ labhati cittassekaggatanti.
Evaṁ kho heṭṭhimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā.
Kathañca uparimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā, idha bhikkhu vivicceva kāmehi vivicca akusalehi dhammehi,
savitakkaṁ savicāraṁ vivekajampītisukhaṁ paṭhamaṁ jhānaṁ
upasampajja viharati, vitakkavicārānaṁ vūpasamā, ajjhattaṁ
sampasādanaṁ cetaso ekodibhāvaṁ avitakkaṁ avicāraṁ,
samādhijampītisukhaṁ dutiyaṁ jhānaṁ upasampajja viharati, pītiyā
ca virāgā upekkhako ca viharati sato ca sampajāno, sukhañca kāyena
paṭisaṁvedeti, yantaṁ ariyā ācikkhanti upekkhako satimā
sukhavihārīti, tatiyaṁ jhānaṁ upasampajja viharati, sukhasa ca pahānā
dukkhassa ca pahānā, pubbeva somanassadomanassānaṁ atthaṅgamā,
adukkhamasukhaṁ upekkhāsatipārisuddhiṁ, catutthaṁ jhānaṁ
upasampajjā viharatīti.
Evaṁ kho uparimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā.
Kathañca paññā sammadakkhātā bhagavatā, heṭṭhimenapi
pariyāyena, paññā sammadakkhātā bhagavatā, uparimenapi
pariyāyena, paññā sammadakkhātā bhagavatā.
Kathañca heṭṭhimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā, idha ariyasāvako paññavā hoti, udayatthagāminiyā paññāya
samannāgato, ariyāya nibbedhikāya sammā dukkhakkhayagāminiyāti.
Evaṁ kho heṭṭhimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā.
Kathañca uparimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā, idha bhikkhu idaṁ dukkhanti yathābhūtaṁ pajānāti, ayaṁ
dukkhasamudayoti yathābhutaṁ pajānāti, ayaṁ dukkhanirodhoti
yathābhūtaṁ pajānāti, ayaṁ dukkhanirodhagāminī paṭipadāti
yathābhūtaṁ pajānātīti.
Evaṁ kho uparimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā.
Sīlaparibhāvito samādhi mahappaho hoti mahānisaṁso,
samādhiparibhāvitā paññā mahapphalā hoti mahānisaṁsā,
paññāparibhāvitaṁ citaṁ sammadeva āsavehi vimuccati, seyyathīdaṁ,
kāmāsavā bhavāsavā avijjāsavā.
Bhāsitā kho pana bhagavatā parinibbānasamaye ayaṁ
pacchimavācā, handadāni bhikkhave āmantayāmi vo, vayadhammā
saṅkhārā, appamādena sampādethāti, bhāsitañcidaṁ bhagavatā,
seyyathāpi bhikkhave yāni kānici jaṅgalānaṁ pāṇānaṁ padajātāni,
sabbāni tāni hatthipade samodhānaṁ gacchanti, hatthipadaṁ tesaṁ
aggamakkhāyati, yadidaṁ mahantattena, evameva kho bhikkhave ye
keci kusaladhammā, sabbe te appamādamūlakā appamādasamosaraṇā,
appamādo tesaṁ aggamakkhāyatīti.
Tasmātihamhehi sikkhitabbaṁ, tibbāpekkhā bhavissāma,
adhisīlasikkhāsamādāne, adhicittasikkhāsamādāne,
adhipaññāsikkhāsamādāne, appamādena sampādessāmāti, evañhi no
sikkhitabbaṁ.
Ovādapāṭimokkhādipāṭho niṭṭhito
Artinya :
Sang Arahanta, Sammā-Sambuddha, Yang Maha Suci, Yang Maha Tahu,
Yang Maha Bijaksana, telah bersabda tentang Ovāda- Pāṭimokkhā yang
terdiri atas tiga syair sebagai berikut:
1) Kesabaran merupakan pelaksanaan Dhamma yang tertinggi.
Para Buddha bersabda: Nibbāna adalah yang tertinggi.
Jika seseorang yang telah menjadi bhikkhu masih menyakiti, merugikan
orang lain;
Maka sesungguhnya dia bukan seorang samaṇa.
2) Jangan berbuat jahat,
Tambahlah kebajikan,
Sucikan hati dan pikiran:
Inilah ajaran Para Buddha.
3) Tidak menghina, tidak menyakiti,
Mengendalikan diri selaras dengan Pāṭimokkhā,
Makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan,
Hidup di tempat yang sunyi,
Berusaha melatih Samādhi:
Inilah ajaran Para Buddha.
Sang Arahanta, Sammā-Sambuddha, Yang Maha Suci, Yang Maha Tahu,
Yang Maha Bijaksana, dengan cara yang baik telah mengutarakan tentang
Sīla, Samādhi dan Paññā.
Bagaimanakah Sang Bhagavā mengutarakan tentang Sīla itu? Sang
Bhagavā telah mengutarakan dengan baik bagaimana pelaksanaan Sīla, yang
merupakan tingkat pengamalan yang dasariah (Heṭṭhimena). Sang Bhagavā
telah mengutarakan pula dengan baik, bagaimana pelaksanaan Sīla, yang
merupakan tingkat pengamalan yang lebih tinggi (Uparimena).
Bagaimanakah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan
yang dasariah itu? Sang Bhagavā bersabda: “Ia adalah seorang Siswa Mulia
(Ariya-Sāvako) yang:
1) Menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2) Menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan.
3) Menghindari perbuatan asusila.
4) Menghindari kebohongan, fitnah, ucapan kasar dan omong kosong.
5) Menghindari segala makanan dan minuman keras yang menyebabkan
lemahnya kewaspadaan.”
Demikianlah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan yang
dasariah, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan
yang lebih tinggi itu? Sang Bhagavā bersabda: “Ia adalah seorang bhikkhu
yang melaksanakan Sīla dengan baik, jika ia mengendalikan diri sesuai
dengan Pāṭimokkhā, bersikap sopan santun, takut untuk berbuat kesalahan
walau pun kecil, berdaya upaya untuk mentaati peraturan-peraturan sebaik
mungkin.”
Demikianlah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan
yang lebih tinggi, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah Sang Bhagavā mengutarakan tentang Samādhi itu? Sang
Bhagavā telah membabarkan bagaimana pelaksanaan Samādhi, yang
merupakan tingkat yang dasariah (Heṭṭhimena). Sang Bhagavā telah
membabarkan bagaimana pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat
yang lebih tinggi (Uparimena).
Bagaimanakah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang
dasariah ini? Sang Bhagava bersabda: “Ia adalah seorang Ariya-Sāvako jika ia
dapat melepaskan kekotoran batin (Kilesa) dari pikiran, kemudian dapat
mencapai konsentrasi dan penunggalan pikiran.”
Demikianlah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang
dasariah, yang telah dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang
lebih tinggi itu? Sang Bhagavā bersabda: “Demikianlah kalau ia (bhikkhu)
dapat menjauhkan diri dari keinginan nafsu indria, dapat menjauhkan diri
dari perbuatan tidak baik, kemudian masuk dan berdiam dalam Jhāna
Pertama, yakni suatu keadaan batin yang bergembira (Pīti) dan berbahagia
(Sukha), yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada
objek) dan Vicāra (usaha mempertahankan pikiran pada objek). Kemudian
setelah membebaskan diri dari Vitakka dan Vicāra, ia memasuki dan berdiam
dalam Jhāna Kedua, yakni keadaan batin yang bergembira dan bahagia,
tanpa disertai dengan Vitakka dan Vicāra. Selanjutnya ia membebaskan diri
dari perasaan gembira dan berdiam dalam keadaan batin seimbang yang
disertai dengan perhatian murni dan jelas. Tubuhnya diliputi dengan
perasaan bahagia yang dikatakan oleh Para Ariya sebagai 'Kebahagiaan yangdimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni',
dan ia memasuki dan berdiam dalam Jhāna Ketiga. Kemudian dengan
menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan
perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, ia
memasuki dan berdiam dalam Jhāna Keempat, yakni suatu keadaan yang
benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (Sati-Pārisuddhi),
bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia.”
Demikianlah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang lebih
tinggi, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah Sang Bhagavā membabarkan tentang Paññā
(Kebijaksanaan) itu? Sang Bhagavā telah membabarkan bagaimana
pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang dasariah (Heṭṭhimena).
Sang Bhagavā telah membabarkan pula pelaksanaan Paññā yang merupakan
tingkat yang lebih tinggi (Uparimena).
Bagaimanakah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang
dasariah itu? Sang Bhagavā bersabda: “Demikianlah seorang Ariya-Sāvako
memiliki Paññā, jika ia mengerti adanya dukkha (penderitaan) dan sebabnya,
jika ia mengerti adanya akhir dukkha dan jalan yang membawa pada akhir
dukkha.”
Demikianlah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang dasariah,
yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang lebih
tinggi itu? Sang Bhagavā bersabda: “Seorang bhikkhu mengetahui
sebagaimana adanya: inilah dukkha; ia mengetahui sebagaimana adanya:
inilah sebab dukkha (Dukkha-Samudaya); ia mengetahui sebagaimana
adanya: inilah akhir dukkha (Dukkha-Nirodha); ia mengetahui sebagaimana
adanya: inilah jalan yang menuju akhir dukkha (Dukkha-Nirodha-Gāminī-
Paṭipadā).”
Demikianlah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang lebih
tinggi, yang telah dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Dengan dilandasi oleh Sīla yang telah dikembangkan dengan baik, maka
Samādhi akan memberikan pahala dan manfaat yang besar. Dengan dilandasi
oleh Samādhi yang telah dikembangkan dengan baik, maka Paññā akan
memberikan pahala dan manfaat yang besar. Dengan dilandasi oleh Paññā
yang telah dikembangkan dengan baik, maka pikiran (Citta) akan terbebas
dari segenap noda, yakni noda nafsu indria (Kāmāsavā), noda perwujudan(Bhavāsavā) dan noda ketidaktahuan (Avijjāsavā).
Pada saat menjelang Parinibbāna Sang Bhagavā telah bersabda, yang
merupakan pesan terakhir: “Kini, O, para Bhikkhu, Ku-beritahukan kepadamu
bahwa, 'Segala sesuatu yang bersyarat/berkondisi/terbentuk (Saṅkhāra) itu
tidak kekal.' Karena itu berjuanglah dengan kesungguhan hati untuk
membebaskan dirimu.” Selanjutnya Sang Bhagavā bersabda: “O, para
Bhikkhu, sebagaimana semua jenis telapak kaki dari berbagai macam
makhluk dapat masuk ke dalam telapak kaki gajah karena besarnya, maka
demikian pula, O, para Bhikkhu, kebajikan-kebajikan apa pun itu semuanya
berasal dari perhatian (kewaspadaan); disebabkan oleh perhatian. Karena
perhatian merupakan hal yang utama di antara semua hal lainnya, maka
kalian harus melatihnya dengan baik.”
Para bhikkhu menyatakan: “Kami akan berusaha menjalankan Adhi-Sīla,
Adhi-Citta, Adhi-Paññā dengan penuh perhatian. Kami akan mentaati dan
berlatih dengan sungguh-sungguh.”
Ovādapāṭimokkhassa uddesattena dassitā,
Mahāpadānasuttante tisso gāthāti no sutaṁ,
Tīhi sikkhāhi saṅkhittaṁ yāsu buddhāna sāsanam,
Tāsampakāsakaṁ Dhammapariyāyaṁ bhaṇāma se:
Uddiṭṭhaṁ kho tena Bhagavatā jānatā passatā arahatā sammāsambuddhena:
Ovāda-pāṭimokkhaṁ tīhi gāthāhi.
1) Khantī paramaṁ tapo tītikkhā
Nibbānaṁ paramaṁ vadanti Buddhā,
Na hi pabbajito parūpaghātī
Samaṇo hoti paraṁ viheṭhayanto.
2) Sabba-pāpassa akaraṇaṁ,
Kusalassūpasampadā,
Sacitta-pariyodapanaṁ:
Etaṁ Buddhāna-Sāsanaṁ.
3) Anūpavādo anūpaghāto
Pāṭimokkhe ca saṁvaro
Mattaññutā ca bhattasmiṁ
Pantañca sayanāsanaṁ.
Adhicitte ca āyogo:
Etaṁ Buddhāna-Sāsananti.
Anekapariyāyena kho pana tena bhagavatā jānatā passatā arahatā
sammāsambuddhena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ, samādhi
sammadakkhāto, paññā sammadakkhātā.
Kathañca sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā, heṭṭhimenapi
pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā, uparimena pariyāyena,
sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā.
Kathañca heṭṭhimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ
bhagavatā, idha ariyasāvako:
1) Pāṇātipātā paṭivirato hoti,
2) Adinnādānā paṭivirato hoti,
3) Kāmesu micchācārā paṭivirato hoti,
4) Musāvādā paṭivirato hoti,
5) Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā paṭivirato hotīti,
Evaṁ kho heṭṭhimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ bhagavatā.
Kathañca uparimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ
bhagavatā, idha bhikkhu sīlavā hoti, pāṭimokkhasaṁvarasaṁvuto
viharati ācāragocarasampanno, aṇumattesu vajjesu bhayadassāvī
samādāya sikkhati sikkhāpadesūti.
Evaṁ kho uparimena pariyāyena, sīlaṁ sammadakkhātaṁ
bhagavatā.
Kathañca samādhi sammadakkhāto bhagavatā, heṭṭhimenapi
pariyāyena, samādhi sammadakkhāto bhagavatā, uparimenapi
pariyāyena, samādhi sammadakkhāto bhagavatā.
Kathañca heṭṭhimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā, idha ariyasāvako vossaggārammaṇaṁ karitvā, labhati
samādhiṁ labhati cittassekaggatanti.
Evaṁ kho heṭṭhimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā.
Kathañca uparimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā, idha bhikkhu vivicceva kāmehi vivicca akusalehi dhammehi,
savitakkaṁ savicāraṁ vivekajampītisukhaṁ paṭhamaṁ jhānaṁ
upasampajja viharati, vitakkavicārānaṁ vūpasamā, ajjhattaṁ
sampasādanaṁ cetaso ekodibhāvaṁ avitakkaṁ avicāraṁ,
samādhijampītisukhaṁ dutiyaṁ jhānaṁ upasampajja viharati, pītiyā
ca virāgā upekkhako ca viharati sato ca sampajāno, sukhañca kāyena
paṭisaṁvedeti, yantaṁ ariyā ācikkhanti upekkhako satimā
sukhavihārīti, tatiyaṁ jhānaṁ upasampajja viharati, sukhasa ca pahānā
dukkhassa ca pahānā, pubbeva somanassadomanassānaṁ atthaṅgamā,
adukkhamasukhaṁ upekkhāsatipārisuddhiṁ, catutthaṁ jhānaṁ
upasampajjā viharatīti.
Evaṁ kho uparimena pariyāyena, samādhi sammadakkhāto
bhagavatā.
Kathañca paññā sammadakkhātā bhagavatā, heṭṭhimenapi
pariyāyena, paññā sammadakkhātā bhagavatā, uparimenapi
pariyāyena, paññā sammadakkhātā bhagavatā.
Kathañca heṭṭhimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā, idha ariyasāvako paññavā hoti, udayatthagāminiyā paññāya
samannāgato, ariyāya nibbedhikāya sammā dukkhakkhayagāminiyāti.
Evaṁ kho heṭṭhimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā.
Kathañca uparimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā, idha bhikkhu idaṁ dukkhanti yathābhūtaṁ pajānāti, ayaṁ
dukkhasamudayoti yathābhutaṁ pajānāti, ayaṁ dukkhanirodhoti
yathābhūtaṁ pajānāti, ayaṁ dukkhanirodhagāminī paṭipadāti
yathābhūtaṁ pajānātīti.
Evaṁ kho uparimena pariyāyena, paññā sammadakkhātā
bhagavatā.
Sīlaparibhāvito samādhi mahappaho hoti mahānisaṁso,
samādhiparibhāvitā paññā mahapphalā hoti mahānisaṁsā,
paññāparibhāvitaṁ citaṁ sammadeva āsavehi vimuccati, seyyathīdaṁ,
kāmāsavā bhavāsavā avijjāsavā.
Bhāsitā kho pana bhagavatā parinibbānasamaye ayaṁ
pacchimavācā, handadāni bhikkhave āmantayāmi vo, vayadhammā
saṅkhārā, appamādena sampādethāti, bhāsitañcidaṁ bhagavatā,
seyyathāpi bhikkhave yāni kānici jaṅgalānaṁ pāṇānaṁ padajātāni,
sabbāni tāni hatthipade samodhānaṁ gacchanti, hatthipadaṁ tesaṁ
aggamakkhāyati, yadidaṁ mahantattena, evameva kho bhikkhave ye
keci kusaladhammā, sabbe te appamādamūlakā appamādasamosaraṇā,
appamādo tesaṁ aggamakkhāyatīti.
Tasmātihamhehi sikkhitabbaṁ, tibbāpekkhā bhavissāma,
adhisīlasikkhāsamādāne, adhicittasikkhāsamādāne,
adhipaññāsikkhāsamādāne, appamādena sampādessāmāti, evañhi no
sikkhitabbaṁ.
Ovādapāṭimokkhādipāṭho niṭṭhito
Artinya :
Sang Arahanta, Sammā-Sambuddha, Yang Maha Suci, Yang Maha Tahu,
Yang Maha Bijaksana, telah bersabda tentang Ovāda- Pāṭimokkhā yang
terdiri atas tiga syair sebagai berikut:
1) Kesabaran merupakan pelaksanaan Dhamma yang tertinggi.
Para Buddha bersabda: Nibbāna adalah yang tertinggi.
Jika seseorang yang telah menjadi bhikkhu masih menyakiti, merugikan
orang lain;
Maka sesungguhnya dia bukan seorang samaṇa.
2) Jangan berbuat jahat,
Tambahlah kebajikan,
Sucikan hati dan pikiran:
Inilah ajaran Para Buddha.
3) Tidak menghina, tidak menyakiti,
Mengendalikan diri selaras dengan Pāṭimokkhā,
Makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan,
Hidup di tempat yang sunyi,
Berusaha melatih Samādhi:
Inilah ajaran Para Buddha.
Sang Arahanta, Sammā-Sambuddha, Yang Maha Suci, Yang Maha Tahu,
Yang Maha Bijaksana, dengan cara yang baik telah mengutarakan tentang
Sīla, Samādhi dan Paññā.
Bagaimanakah Sang Bhagavā mengutarakan tentang Sīla itu? Sang
Bhagavā telah mengutarakan dengan baik bagaimana pelaksanaan Sīla, yang
merupakan tingkat pengamalan yang dasariah (Heṭṭhimena). Sang Bhagavā
telah mengutarakan pula dengan baik, bagaimana pelaksanaan Sīla, yang
merupakan tingkat pengamalan yang lebih tinggi (Uparimena).
Bagaimanakah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan
yang dasariah itu? Sang Bhagavā bersabda: “Ia adalah seorang Siswa Mulia
(Ariya-Sāvako) yang:
1) Menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2) Menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan.
3) Menghindari perbuatan asusila.
4) Menghindari kebohongan, fitnah, ucapan kasar dan omong kosong.
5) Menghindari segala makanan dan minuman keras yang menyebabkan
lemahnya kewaspadaan.”
Demikianlah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan yang
dasariah, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan
yang lebih tinggi itu? Sang Bhagavā bersabda: “Ia adalah seorang bhikkhu
yang melaksanakan Sīla dengan baik, jika ia mengendalikan diri sesuai
dengan Pāṭimokkhā, bersikap sopan santun, takut untuk berbuat kesalahan
walau pun kecil, berdaya upaya untuk mentaati peraturan-peraturan sebaik
mungkin.”
Demikianlah pelaksanaan Sīla, yang merupakan tingkat pengamalan
yang lebih tinggi, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah Sang Bhagavā mengutarakan tentang Samādhi itu? Sang
Bhagavā telah membabarkan bagaimana pelaksanaan Samādhi, yang
merupakan tingkat yang dasariah (Heṭṭhimena). Sang Bhagavā telah
membabarkan bagaimana pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat
yang lebih tinggi (Uparimena).
Bagaimanakah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang
dasariah ini? Sang Bhagava bersabda: “Ia adalah seorang Ariya-Sāvako jika ia
dapat melepaskan kekotoran batin (Kilesa) dari pikiran, kemudian dapat
mencapai konsentrasi dan penunggalan pikiran.”
Demikianlah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang
dasariah, yang telah dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang
lebih tinggi itu? Sang Bhagavā bersabda: “Demikianlah kalau ia (bhikkhu)
dapat menjauhkan diri dari keinginan nafsu indria, dapat menjauhkan diri
dari perbuatan tidak baik, kemudian masuk dan berdiam dalam Jhāna
Pertama, yakni suatu keadaan batin yang bergembira (Pīti) dan berbahagia
(Sukha), yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada
objek) dan Vicāra (usaha mempertahankan pikiran pada objek). Kemudian
setelah membebaskan diri dari Vitakka dan Vicāra, ia memasuki dan berdiam
dalam Jhāna Kedua, yakni keadaan batin yang bergembira dan bahagia,
tanpa disertai dengan Vitakka dan Vicāra. Selanjutnya ia membebaskan diri
dari perasaan gembira dan berdiam dalam keadaan batin seimbang yang
disertai dengan perhatian murni dan jelas. Tubuhnya diliputi dengan
perasaan bahagia yang dikatakan oleh Para Ariya sebagai 'Kebahagiaan yangdimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni',
dan ia memasuki dan berdiam dalam Jhāna Ketiga. Kemudian dengan
menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan
perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, ia
memasuki dan berdiam dalam Jhāna Keempat, yakni suatu keadaan yang
benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (Sati-Pārisuddhi),
bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia.”
Demikianlah pelaksanaan Samādhi, yang merupakan tingkat yang lebih
tinggi, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah Sang Bhagavā membabarkan tentang Paññā
(Kebijaksanaan) itu? Sang Bhagavā telah membabarkan bagaimana
pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang dasariah (Heṭṭhimena).
Sang Bhagavā telah membabarkan pula pelaksanaan Paññā yang merupakan
tingkat yang lebih tinggi (Uparimena).
Bagaimanakah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang
dasariah itu? Sang Bhagavā bersabda: “Demikianlah seorang Ariya-Sāvako
memiliki Paññā, jika ia mengerti adanya dukkha (penderitaan) dan sebabnya,
jika ia mengerti adanya akhir dukkha dan jalan yang membawa pada akhir
dukkha.”
Demikianlah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang dasariah,
yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Bagaimanakah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang lebih
tinggi itu? Sang Bhagavā bersabda: “Seorang bhikkhu mengetahui
sebagaimana adanya: inilah dukkha; ia mengetahui sebagaimana adanya:
inilah sebab dukkha (Dukkha-Samudaya); ia mengetahui sebagaimana
adanya: inilah akhir dukkha (Dukkha-Nirodha); ia mengetahui sebagaimana
adanya: inilah jalan yang menuju akhir dukkha (Dukkha-Nirodha-Gāminī-
Paṭipadā).”
Demikianlah pelaksanaan Paññā, yang merupakan tingkat yang lebih
tinggi, yang telah dibabarkan oleh Sang Bhagavā.
Dengan dilandasi oleh Sīla yang telah dikembangkan dengan baik, maka
Samādhi akan memberikan pahala dan manfaat yang besar. Dengan dilandasi
oleh Samādhi yang telah dikembangkan dengan baik, maka Paññā akan
memberikan pahala dan manfaat yang besar. Dengan dilandasi oleh Paññā
yang telah dikembangkan dengan baik, maka pikiran (Citta) akan terbebas
dari segenap noda, yakni noda nafsu indria (Kāmāsavā), noda perwujudan(Bhavāsavā) dan noda ketidaktahuan (Avijjāsavā).
Pada saat menjelang Parinibbāna Sang Bhagavā telah bersabda, yang
merupakan pesan terakhir: “Kini, O, para Bhikkhu, Ku-beritahukan kepadamu
bahwa, 'Segala sesuatu yang bersyarat/berkondisi/terbentuk (Saṅkhāra) itu
tidak kekal.' Karena itu berjuanglah dengan kesungguhan hati untuk
membebaskan dirimu.” Selanjutnya Sang Bhagavā bersabda: “O, para
Bhikkhu, sebagaimana semua jenis telapak kaki dari berbagai macam
makhluk dapat masuk ke dalam telapak kaki gajah karena besarnya, maka
demikian pula, O, para Bhikkhu, kebajikan-kebajikan apa pun itu semuanya
berasal dari perhatian (kewaspadaan); disebabkan oleh perhatian. Karena
perhatian merupakan hal yang utama di antara semua hal lainnya, maka
kalian harus melatihnya dengan baik.”
Para bhikkhu menyatakan: “Kami akan berusaha menjalankan Adhi-Sīla,
Adhi-Citta, Adhi-Paññā dengan penuh perhatian. Kami akan mentaati dan
berlatih dengan sungguh-sungguh.”
ĀDITTAPARIYĀYA SUTTAṀ
Veneyyadamanopāye sabbaso pāramiṁ gato
Amoghavacano Buddho abhiññāyānusāsako
Ciṇṇānurūpato cāpi dhammena vinayaṁ pajaṁ
Ciṇṇāggipāricariyānaṁ sambojjhārahayoginaṁ
Yamādittapariyāyaṁ desayanto manoharaṁ
Te sotāro vimocesi asekkhāya vimuttiyā
Tathevopaparikkhāya viññūṇaṁ sotumicchataṁ
Dukkhatālakkhaṇopāyaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se.
Evaṁ me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā Gayāyaṁ viharati Gayāsīse saddhiṁ
bhikkhusahassena. Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi:
Sabbaṁ bhikkhave ādittaṁ. Kiñca bhikkhave sabbaṁ ādittaṁ?
Cakkhuṁ bhikkhave ādittaṁ, rūpā ādittā, cakkhuviññāṇaṁ
ādittaṁ, cakkhusamphasso āditto, yampidaṁ cakkhusamphassapaccayā
uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā
tam pi ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā
mohagginā, ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi
domanassehi upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Sotaṁ ādittaṁ, saddā ādittā, sotaviññāṇaṁ ādittaṁ, sotasamphasso
āditto, yampidaṁ sotasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ
vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi ādittaṁ. Kena ādittaṁ?
Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā, ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena
sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Ghānaṁ ādittaṁ, gandhā ādittā, ghānaviññāṇaṁ ādittaṁ,
ghānasamphasso āditto, yampidaṁ ghānasamphassapaccayā uppajjati
vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi
ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā,
ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi
upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Jivhā ādittā, rasā ādittā, jivhāviññāṇam ādittaṁ, jivhāsamphasso
āditto, yampidaṁ jivhāsamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ
vā dukkhaṁ vā adukkhama-sukhaṁ vā tam pi ādittaṁ. Kena ādittaṁ?
Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā, ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena
sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Kāyo āditto, phoṭṭhabbā ādittā, kāyaviññāṇaṁ ādittaṁ,
kāyasamphasso āditto, yampidaṁ kāyasamphassapaccayā uppajjati
vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi
ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā,
ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi
upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Mano āditto, dhammā ādittā, manoviññāṇaṁ ādittaṁ,
manosamphasso āditto, yampidaṁ manosamphassapaccayā uppajjati
vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi
ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā,
ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi
upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Evaṁ passaṁ bhikkhave sutvā ariyasāvako cakkhusmiṁ pi nibbindati,
rūpesu pi nibbindati, cakkhuviññāṇe pi nibbindati, cakkhusamphassepi
nibbindati, yampidaṁ cakkhusamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ
sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkham-asukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Sotasmiṁ pi nibbindati, saddesu pi nibbindati, sotaviññāṇe pi
nibbindati, sotasamphassepi nibbindati, yampidaṁ
sotasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Ghānasmiṁ pi nibbindati, gandhesu pi nibbindati, ghānaviññāṇe pi
nibbindati, ghānasamphassepi nibbindati, yampidaṁ
ghānasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Jivhāya pi nibbindati, rasesu pi nibbindati, jivhāviññāṇe pi
nibbindati, jivhāsamphassepi nibbindati, yampidaṁ
jivhāsamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Kāyasmiṁ pi nibbindati, phoṭṭhabbesu pi nibbindati, kāyaviññāṇe
pi nibbindati, kāyasamphassepi nibbindati, yampidaṁ
kāyasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Manasmiṁ pi nibbindati, dhammesu pi nibbindati, manoviññāṇe pi
nibbindati, manosamphasse pi nibbindati, yampidaṁ
manosamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Nibbindaṁ virajjati, virāgā vimuccati, vimuttasmiṁ ‘Vimuttam’ iti
ñāṇaṁ hoti, ‘Khīṇā jāti, vusitaṁ brahmacariyaṁ, kataṁ karaṇīyaṁ,
nāparaṁ itthattāyā’ ti pajānātīti.
Idamavoca Bhagavā. Attamanā te bhikkhū Bhagavato bhāsitaṁ
abhinanduṁ. Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ bhaññamāne tassa
bhikkhusahassassa anupādāya āsavehi cittāni vimuccisūti.
Ādittapariyāya Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
1) Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu ketika Sang BHAGAVĀ berdiam di GAYĀ, di Gayāsīsa bersama
dengan seribu bhikkhu.
2) Di sana Sang Bhagava bersabda kepada para bhikkhu:
“O, para Bhikkhu, semuanya terbakar. Apakah yang terbakar itu?
Mata (Cakkhu) terbakar, Wujud (Rūpā) terbakar, Kesadaran indria mata
(Cakkhu-Viññāṇa) terbakar, Kontak mata (Cakkhu-Samphasso) terbakar.
Demikian juga apa pun yang dirasakan sebagai sesuatu yang
menyenangkan (Somanassa), sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan
(Domanassa), atau bukan yang menyenangkan dan bukan yang tidak
menyenangkan (Asomanassa Adomanassa), yang ditimbulkan oleh kontak
mata bersama syarat-syaratnya juga terbakar.
Apakah yang membakarnya?
Dibakar oleh api Keserakahan (Loba), dibakar oleh api Kebencian (Dosa),
dibakar oleh api Kegelapan batin (Moha); Saya katakan, terbakar oleh
Kelahiran (Jāti), Usia tua (Jarā), Kematian (Maraṇa), Kesedihan (Soka),
Ratap tangis (Parideva), Penderitaan (Dukkha), yang tidak menyenangkan
(Domanassa), Putus asa (Upāyāsa).
3) “Telinga (Sota) terbakar, Suara (Sadda) terbakar . . . .
4) “Hidung (Ghāna) terbakar, Bebauan (Gandha) terbakar . . . .
5) “Lidah (Jivhā) terbakar, Rasa (Rasā) terbakar . . . .
6) “Badan (Kāya) terbakar, Yang dapat disentuh (Phoṭṭhabbā) terbakar . . . .
7) “Pikiran (Mano) terbakar, Objek pikiran (Dhammā) terbakar, Kesadaran
indria pikiran (Mano-Viññāṇa) terbakar, Kontak pikiran (Mano-
Samphasso) terbakar. Demikian juga apa pun yang dirasakan sebagai
sesuatu yang menyenangkan (Somanassa), sebagai sesuatu yang tidak
menyenangkan (Domanassa), atau bukan yang menyenangkan dan bukan
yang tidak menyenangkan (Asomanassa Adomanassa), yang ditimbulkan
oleh kontak pikiran bersama syarat-syaratnya juga terbakar.
Apakah yang membakarnya?
Dibakar oleh api Keserakahan, dibakar oleh api Kebencian, dibakar oleh
api Kegelapan batin; Saya katakan, terbakar oleh Kelahiran, Usia tua,
Kematian, Kesedihan, Ratap tangis, Penderitaan, Ketidaksenangan, Putus
asa.
8) “O, para Bhikkhu, apabila Siswa Ariya yang telah mendengar Dhamma
dan telah memahaminya, dia menjauhkan diri dari kegemaran mata, dia
menjauhkan diri dari kegemaran wujud, dia menjauhkan diri dari
kegemaran kesadaran indria mata, dia menjauhkan diri dari kegemaran
kontak mata, dan apa pun yang dirasakan sebagai sesuatu yang
menyenangkan, sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan
yang menyenangkan dan bukan yang tidak menyenangkan, yang
ditimbulkan oleh kontak mata bersama syarat-syaratnya, maka dia telah
menjauhkan diri dari kegemaran.
9) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran telinga, . . . .
pada suara . . . .
10) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran hidung, . . . .
pada bebauan . . . .
11) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran lidah, . . . .
pada rasa . . . .
12) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran badan, . . . .
pada apa yang dapat disentuh . . . .
13) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran pikiran, dia menjauhkan diri dari
Kegemaran objek pikiran, dia menjauhkan diri dari Kegemaran kesadaran
indria pikiran, dia menjauhkan diri dari Kegemaran kontak pikiran, dan
apa pun yang dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan yang menyenangkan dan
bukan yang tidak menyenangkan, yang ditimbulkan oleh kontak pikiran
bersama syarat-syaratnya, maka dia juga menjauhkan diri dari semuanya
itu.
14) “Apabila dia telah menjauhkan diri, nafsu indria menjadi lenyap. Dengan
lenyapnya nafsu indria, dia terbebas (Vimutti). Apabila dia bebas,
timbullah Pengetahuan bahwa dia telah bebas. Dia memahami:
Tumimbal lahir telah lenyap,
Telah tercapai hidup suci,
Tidak ada lagi yang harus dikerjakan,
Tidak kembali lagi ke dunia ini.”
15) Demikianlah sabda Sang Bhagavā. Keseribu orang bhikkhu merasa puas
dan mengerti sabda Sang Bhagavā.
Sewaktu khotbah ini disampaikan, batin keseribu bhikkhu tersebut tidak
lagi dikotori oleh kemelekatan.
(Samyutta Nikaya 35.28)
Amoghavacano Buddho abhiññāyānusāsako
Ciṇṇānurūpato cāpi dhammena vinayaṁ pajaṁ
Ciṇṇāggipāricariyānaṁ sambojjhārahayoginaṁ
Yamādittapariyāyaṁ desayanto manoharaṁ
Te sotāro vimocesi asekkhāya vimuttiyā
Tathevopaparikkhāya viññūṇaṁ sotumicchataṁ
Dukkhatālakkhaṇopāyaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se.
Evaṁ me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā Gayāyaṁ viharati Gayāsīse saddhiṁ
bhikkhusahassena. Tatra kho Bhagavā bhikkhū āmantesi:
Sabbaṁ bhikkhave ādittaṁ. Kiñca bhikkhave sabbaṁ ādittaṁ?
Cakkhuṁ bhikkhave ādittaṁ, rūpā ādittā, cakkhuviññāṇaṁ
ādittaṁ, cakkhusamphasso āditto, yampidaṁ cakkhusamphassapaccayā
uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā
tam pi ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā
mohagginā, ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi
domanassehi upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Sotaṁ ādittaṁ, saddā ādittā, sotaviññāṇaṁ ādittaṁ, sotasamphasso
āditto, yampidaṁ sotasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ
vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi ādittaṁ. Kena ādittaṁ?
Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā, ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena
sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Ghānaṁ ādittaṁ, gandhā ādittā, ghānaviññāṇaṁ ādittaṁ,
ghānasamphasso āditto, yampidaṁ ghānasamphassapaccayā uppajjati
vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi
ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā,
ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi
upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Jivhā ādittā, rasā ādittā, jivhāviññāṇam ādittaṁ, jivhāsamphasso
āditto, yampidaṁ jivhāsamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ
vā dukkhaṁ vā adukkhama-sukhaṁ vā tam pi ādittaṁ. Kena ādittaṁ?
Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā, ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena
sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Kāyo āditto, phoṭṭhabbā ādittā, kāyaviññāṇaṁ ādittaṁ,
kāyasamphasso āditto, yampidaṁ kāyasamphassapaccayā uppajjati
vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi
ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā,
ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi
upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Mano āditto, dhammā ādittā, manoviññāṇaṁ ādittaṁ,
manosamphasso āditto, yampidaṁ manosamphassapaccayā uppajjati
vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkhamasukhaṁ vā tam pi
ādittaṁ. Kena ādittaṁ? Ādittaṁ rāgagginā dosagginā mohagginā,
ādittaṁ jātiyā jarāmaraṇena sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi
upāyāsehi ādittanti vadāmi.
Evaṁ passaṁ bhikkhave sutvā ariyasāvako cakkhusmiṁ pi nibbindati,
rūpesu pi nibbindati, cakkhuviññāṇe pi nibbindati, cakkhusamphassepi
nibbindati, yampidaṁ cakkhusamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ
sukhaṁ vā dukkhaṁ vā adukkham-asukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Sotasmiṁ pi nibbindati, saddesu pi nibbindati, sotaviññāṇe pi
nibbindati, sotasamphassepi nibbindati, yampidaṁ
sotasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Ghānasmiṁ pi nibbindati, gandhesu pi nibbindati, ghānaviññāṇe pi
nibbindati, ghānasamphassepi nibbindati, yampidaṁ
ghānasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Jivhāya pi nibbindati, rasesu pi nibbindati, jivhāviññāṇe pi
nibbindati, jivhāsamphassepi nibbindati, yampidaṁ
jivhāsamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Kāyasmiṁ pi nibbindati, phoṭṭhabbesu pi nibbindati, kāyaviññāṇe
pi nibbindati, kāyasamphassepi nibbindati, yampidaṁ
kāyasamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Manasmiṁ pi nibbindati, dhammesu pi nibbindati, manoviññāṇe pi
nibbindati, manosamphasse pi nibbindati, yampidaṁ
manosamphassapaccayā uppajjati vedayitaṁ sukhaṁ vā dukkhaṁ vā
adukkhamasukhaṁ vā tasmiṁ pi nibbindati.
Nibbindaṁ virajjati, virāgā vimuccati, vimuttasmiṁ ‘Vimuttam’ iti
ñāṇaṁ hoti, ‘Khīṇā jāti, vusitaṁ brahmacariyaṁ, kataṁ karaṇīyaṁ,
nāparaṁ itthattāyā’ ti pajānātīti.
Idamavoca Bhagavā. Attamanā te bhikkhū Bhagavato bhāsitaṁ
abhinanduṁ. Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ bhaññamāne tassa
bhikkhusahassassa anupādāya āsavehi cittāni vimuccisūti.
Ādittapariyāya Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
1) Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu ketika Sang BHAGAVĀ berdiam di GAYĀ, di Gayāsīsa bersama
dengan seribu bhikkhu.
2) Di sana Sang Bhagava bersabda kepada para bhikkhu:
“O, para Bhikkhu, semuanya terbakar. Apakah yang terbakar itu?
Mata (Cakkhu) terbakar, Wujud (Rūpā) terbakar, Kesadaran indria mata
(Cakkhu-Viññāṇa) terbakar, Kontak mata (Cakkhu-Samphasso) terbakar.
Demikian juga apa pun yang dirasakan sebagai sesuatu yang
menyenangkan (Somanassa), sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan
(Domanassa), atau bukan yang menyenangkan dan bukan yang tidak
menyenangkan (Asomanassa Adomanassa), yang ditimbulkan oleh kontak
mata bersama syarat-syaratnya juga terbakar.
Apakah yang membakarnya?
Dibakar oleh api Keserakahan (Loba), dibakar oleh api Kebencian (Dosa),
dibakar oleh api Kegelapan batin (Moha); Saya katakan, terbakar oleh
Kelahiran (Jāti), Usia tua (Jarā), Kematian (Maraṇa), Kesedihan (Soka),
Ratap tangis (Parideva), Penderitaan (Dukkha), yang tidak menyenangkan
(Domanassa), Putus asa (Upāyāsa).
3) “Telinga (Sota) terbakar, Suara (Sadda) terbakar . . . .
4) “Hidung (Ghāna) terbakar, Bebauan (Gandha) terbakar . . . .
5) “Lidah (Jivhā) terbakar, Rasa (Rasā) terbakar . . . .
6) “Badan (Kāya) terbakar, Yang dapat disentuh (Phoṭṭhabbā) terbakar . . . .
7) “Pikiran (Mano) terbakar, Objek pikiran (Dhammā) terbakar, Kesadaran
indria pikiran (Mano-Viññāṇa) terbakar, Kontak pikiran (Mano-
Samphasso) terbakar. Demikian juga apa pun yang dirasakan sebagai
sesuatu yang menyenangkan (Somanassa), sebagai sesuatu yang tidak
menyenangkan (Domanassa), atau bukan yang menyenangkan dan bukan
yang tidak menyenangkan (Asomanassa Adomanassa), yang ditimbulkan
oleh kontak pikiran bersama syarat-syaratnya juga terbakar.
Apakah yang membakarnya?
Dibakar oleh api Keserakahan, dibakar oleh api Kebencian, dibakar oleh
api Kegelapan batin; Saya katakan, terbakar oleh Kelahiran, Usia tua,
Kematian, Kesedihan, Ratap tangis, Penderitaan, Ketidaksenangan, Putus
asa.
8) “O, para Bhikkhu, apabila Siswa Ariya yang telah mendengar Dhamma
dan telah memahaminya, dia menjauhkan diri dari kegemaran mata, dia
menjauhkan diri dari kegemaran wujud, dia menjauhkan diri dari
kegemaran kesadaran indria mata, dia menjauhkan diri dari kegemaran
kontak mata, dan apa pun yang dirasakan sebagai sesuatu yang
menyenangkan, sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan
yang menyenangkan dan bukan yang tidak menyenangkan, yang
ditimbulkan oleh kontak mata bersama syarat-syaratnya, maka dia telah
menjauhkan diri dari kegemaran.
9) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran telinga, . . . .
pada suara . . . .
10) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran hidung, . . . .
pada bebauan . . . .
11) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran lidah, . . . .
pada rasa . . . .
12) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran badan, . . . .
pada apa yang dapat disentuh . . . .
13) “Dia menjauhkan diri dari Kegemaran pikiran, dia menjauhkan diri dari
Kegemaran objek pikiran, dia menjauhkan diri dari Kegemaran kesadaran
indria pikiran, dia menjauhkan diri dari Kegemaran kontak pikiran, dan
apa pun yang dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan yang menyenangkan dan
bukan yang tidak menyenangkan, yang ditimbulkan oleh kontak pikiran
bersama syarat-syaratnya, maka dia juga menjauhkan diri dari semuanya
itu.
14) “Apabila dia telah menjauhkan diri, nafsu indria menjadi lenyap. Dengan
lenyapnya nafsu indria, dia terbebas (Vimutti). Apabila dia bebas,
timbullah Pengetahuan bahwa dia telah bebas. Dia memahami:
Tumimbal lahir telah lenyap,
Telah tercapai hidup suci,
Tidak ada lagi yang harus dikerjakan,
Tidak kembali lagi ke dunia ini.”
15) Demikianlah sabda Sang Bhagavā. Keseribu orang bhikkhu merasa puas
dan mengerti sabda Sang Bhagavā.
Sewaktu khotbah ini disampaikan, batin keseribu bhikkhu tersebut tidak
lagi dikotori oleh kemelekatan.
(Samyutta Nikaya 35.28)
ANATTALAKKHAṆA SUTTAṀ
Yantaṁ sattehi dukkhena ñeyyaṁ anattalakkhaṇaṁ
Attavādattasaññāṇaṁ sammadeva vimocanaṁ
Sambuddho taṁ pakāsesi diṭṭhasaccāna yoginaṁ
Uttariṁ paṭivedhāya bhāvetuṁ ñāṇamuttamaṁ
Yantesaṁ diṭṭhadhammānam ñāṇenupaparikkhataṁ
Sabbāsavehi cittāni vimucciṁsu asesato
Tathā ñāṇānussārena sāsanaṁ kātumicchataṁ
Sādhūnaṁ atthasiddhatthaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se
Evaṁ me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā Bārāṇasiyaṁ viharati Isipatane Migadāye.
Tatra kho Bhagavā pañcavaggiye bhikkhū āmantesi:
Rūpaṁ bhikkhave anattā, rūpañca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa,
nayidaṁ rūpaṁ ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca rūpe, “Evaṁ me
rūpaṁ hotu, evaṁ me rūpaṁ mā ahosī” ti. Yasmā ca kho bhikkhave
rūpaṁ anattā, tasmā rūpaṁ ābādhāya saṁvattati, na ca labbhati rūpe,
“Evaṁ me rūpaṁ hotu, evaṁ me rūpaṁ mā ahosī” ti.
Vedanā anattā, vedanā ca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa, nayidaṁ
vedanā ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca vedanāya, “Evaṁ me
vedanā hotu, evaṁ me vedanā mā ahosī” ti. Yasmā ca kho bhikkhave
vedanā anattā, tasmā vedanā ābādhāya saṁvattati, na ca labbhati
vedanāya, “Evaṁ me vedanā hotu, evaṁ me vedanā mā ahosī” ti.
Saññā anattā, saññā ca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa, nayidaṁ
saññā ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca saññāya, “Evaṁ me saññā
hotu, evaṁ me saññā mā ahosī” ti. Yasmā ca kho bhikkhave saññā
anattā, tasmā saññā ābādhāya saṁvattati, na ca labbhati saññāya,
“Evaṁ me saññā hotu, evaṁ me saññā mā ahosī” ti.
Saṅkhārā anattā, saṅkhārā ca hidaṁ bhikkhave attā abhavissaṁsu,
nayidaṁ saṅkhārā ābādhāya saṁvatteyyuṁ, labbhetha ca saṅkhāresu,
“Evaṁ me saṅkhārā hontu, evaṁ me saṅkhārā mā ahesun” ti. Yasmā ca
kho bhikkhave saṅkhārā anattā, tasmā saṅkhārā ābādhāya saṁvattanti,
na ca labbhati saṅkhāresu “Evaṁ me saṅkhārā hontu, evaṁ me
saṅkhārā mā ahesun” ti.
Viññāṇaṁ anattā, viññāṇañca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa,
nayidaṁ viññāṇam ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca viññāṇe
“Evaṁ me viññāṇaṁ hotu, evaṁ me viññāṇaṁ mā ahosī” ti. Yasmā ca
kho bhikkhave viññāṇaṁ anattā, tasmā viññāṇaṁ ābādhāya saṁvattati,
na ca labbhati viññāṇe, “Evaṁ me viññāṇaṁ hotu, evaṁ me viññāṇaṁ
mā ahosī” ti.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, rūpam niccaṁ vā aniccaṁ vāti?
Aniccaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, vedanā niccā vā aniccā vāti?
Aniccā bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, saññā niccā vā aniccā vāti?
Aniccā bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, saṅkhārā niccā vā aniccā vāti?
Aniccā bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave,viññāṇaṁ niccaṁ vā aniccaṁ vāti?
Aniccaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Tasmā tiha bhikkhave yaṅkiñci rūpaṁ atītānāgata-paccuppannaṁ
ajjhattaṁ vā bahiddhā vā oḷārikaṁ vā sukhumaṁ vā hīnaṁ vā paṇītaṁ
vā yandūre santike vā, sabbaṁ rūpaṁ “Netaṁ mama, nesohamasmi, na
me so attā” ti evametaṁ yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Yā kāci vedanā atītānāgata-paccuppannā ajjhattā vā bahiddhā vā
oḷārikā vā sukhumā vā hīnā vā paṇītā vā yā dūre santike vā, sabbā
vedanā “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so attā” ti evametaṁ
yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Yā kāci saññā atītānāgata-paccuppannā ajjhattā vā bahiddhā vā
oḷārikā vā sukhumā vā hīnā vā paṇītā vā yā dūre santike vā, sabbā
saññā “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so attā” ti evametaṁ
yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Ye keci saṅkhārā atītānāgata-paccuppannā ajjhattā vā bahiddhā vā
oḷārikā vā sukhumā vā hīnā vā paṇītā vā ye dūre santike vā, sabbe
saṅkhārā “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so attā” ti evametaṁ
yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Yaṅkiñci viññāṇaṁ atītānāgata-paccuppannaṁ ajjhattaṁ vā
bahiddhā vā oḷārikaṁ vā sukhumaṁ vā hīnaṁ vā paṇītaṁ vā yandūre
santike vā, sabbaṁ viññāṇaṁ “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so
attā” ti evametaṁ yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Evaṁ passaṁ bhikkhave sutvā ariyasāvako rūpasmim pi nibbindati,
vedanāya pi nibbindati, saññāya pi nibbindati, saṅkhāresu pi
nibbindati, viññāṇasmim pi nibbindati, nibbindaṁ virajjati, virāgā
vimuccati, vimuttasmiṁ “Vimuttam” iti ñāṇaṁ hoti, “Khīṇā jāti,
vusitaṁ brahmacariyaṁ, kataṁ karaṇīyaṁ, nāparaṁ itthattāyā” ti
pajānātī ti.
Idamavoca Bhagavā. Attamanā pañcavaggiyā bhikkhū Bhagavato
bhāsitaṁ abhinanduṁ. Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ
bhaññamāne pañcavaggiyānaṁ bhikkhūnaṁ anupādāya āsavehi
cittāni vimucciṁsūti.
Anattalakkhaṇa Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya
1) Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā bersemayam di dekat Benares, di
Isipatana, di Taman Rusa (Migadāya).
Di sana, Sang Bhagavā bersabda kepada rombongan lima orang bhikkhu:
Assajji, Vappa, Bhadiya, Koṇḍañña, Mahānama.
“O, para Bhikkhu.”
“Ya, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
2) “O, para Bhikkhu, badan jasmani (Rūpa) bukan aku. Jika badan jasmani
ini aku, maka badan jasmani ini tidak menimbulkan penderitaan. Orang
yang memiliki badan jasmani demikian akan berpikir:
“Biarlah badan jasmaniku seperti ini, biarlah badan jasmaniku tidak
seperti ini.”
Tetapi oleh karena badan jasmani ini bukan aku, maka badan jasmani ini
menimbulkan penderitaan. Tidak seorang pun dapat memiliki badan
jasmani, dengan demikian ia akan berpikir:
“Biarlah badan jasmaniku seperti ini, biarlah badan jasmaniku tidak
seperti ini.”
3) “O, para Bhikkhu, perasaan (Vedanā) bukan aku . . . .
4) “O, para Bhikkhu, pencerapan (Saññā) bukan aku . . . .
5) “O, para Bhikkhu, bentuk pikiran (Saṅkhārā) bukan aku . . . .
6) “O, para Bhikkhu, kesadaran indria (Viññāṇa) bukan aku. Jika kesadaran
indria ini aku, maka kesadaran indria ini tidak menimbulkan penderitaan.
Orang yang memiliki kesadaran indria demikian akan berpikir:
“Biarlah kesadaran indriaku seperti ini, biarlah kesadaran indriaku tidak
seperti ini.”
Tetapi oleh karena kesadaran indria ini bukan aku, maka menimbulkan
penderitaan. Tidak seorang pun dapat memiliki kesadaran indria, dengan
demikian ia akan berpikir:
“Biarlah kesadaran indriaku seperti ini, biarlah kesadaran indriaku tidak
seperti ini.”
7) “O, para Bhikkhu, bagaimanakah pandanganmu:
“Apakah badan jasmani ini kekal (Nicca) atau tidak kekal (Anicca)?”
“Tidak kekal, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
“Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada
perubahan patut dipandang demikian:
“Ini milikku. Ini aku. Ini diriku?”
“Tidak, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
8) “Apakah perasaan ini kekal atau tidak kekal? . . . .
9) “Apakah pencerapan ini kekal atau tidak kekal? . . . .
10) “Apakah bentuk pikiran ini kekal atau tidak kekal? . . . .
11) “Apakah kesadaran indria ini kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
“Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan (Sukha) atau menyedihkan
(Dukkha)?”
“Menyedihkan (Dukkha), Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
“Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada
perubahan patut dipandang demikian:
“Ini milikku. Ini aku. Ini diriku?”
“Tidak, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
12) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap badan jasmani apa pun; baik yang
lalu, yang akan datang mau pun yang sekarang ada, baik kasar mau pun
halus, baik dalam diri sendiri mau pun di luar diri sendiri, baik rendah
mau pun luhur, baik jauh mau pun dekat sepatutnya dipandang dengan
Pengertian Benar. Demikianlah hendaknya:
“Ini bukan milikku. Ini bukan aku. Ini bukan diriku.”
13) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap perasaan apa pun . . . .
14) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap pencerapan apa pun . . . .
15) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap bentuk pikiran apa pun . . . .
16) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap kesadaran indria apa pun; baik
yang lalu, yang akan datang mau pun yang sekarang ada, baik kasar mau
pun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah
mau pun luhur, baik jauh mau pun dekat, sepatutnya dipandang dengan
Pengertian Benar. Demikianlah hendaknya:
“Ini bukan milikku. Ini bukan aku. Ini bukan diriku.”
17) “O, para Bhikkhu, apabila Siswa Ariya yang telah mendengar ini (Ariya-
Sacca) dan telah memahaminya, dia menjauhkan diri dari kemelekatan
badan jasmani, dia menjauhkan diri dari kemelekatan perasaan, dia
menjauhkan diri dari kemelekatan pencerapan, dia menjauhkan diri dari
kemelekatan bentuk pikiran, dia menjauhkan diri dari kemelekatan
kesadaran indria.
18) “Apabila dia telah menjauhkan diri dari semuanya itu, nafsu indria
menjadi lenyap. Dengan lenyapnya nafsu indria, dia terbebas (Vimutti).
Apabila dia telah bebas, timbullah Pengetahuan bahwa dia telah bebas.
Dia memahami:
Tumimbal lahir telah lenyap,
Telah tercapai hidup suci,
Tidak ada lagi yang harus dikerjakan,
Tidak kembali lagi ke dunia ini.”
19) Demikianlah sabda Sang Bhagavā, kelima bhikkhu merasa puas dan
mengerti sabda Beliau.
20) Sewaktu khotbah ini disampaikan, batin kelima bhikkhu tersebut tidak
lagi dikotori oleh kemelekatan.
(Samyutta Nikaya 22.59)
Attavādattasaññāṇaṁ sammadeva vimocanaṁ
Sambuddho taṁ pakāsesi diṭṭhasaccāna yoginaṁ
Uttariṁ paṭivedhāya bhāvetuṁ ñāṇamuttamaṁ
Yantesaṁ diṭṭhadhammānam ñāṇenupaparikkhataṁ
Sabbāsavehi cittāni vimucciṁsu asesato
Tathā ñāṇānussārena sāsanaṁ kātumicchataṁ
Sādhūnaṁ atthasiddhatthaṁ taṁ suttantaṁ bhaṇāma se
Evaṁ me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā Bārāṇasiyaṁ viharati Isipatane Migadāye.
Tatra kho Bhagavā pañcavaggiye bhikkhū āmantesi:
Rūpaṁ bhikkhave anattā, rūpañca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa,
nayidaṁ rūpaṁ ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca rūpe, “Evaṁ me
rūpaṁ hotu, evaṁ me rūpaṁ mā ahosī” ti. Yasmā ca kho bhikkhave
rūpaṁ anattā, tasmā rūpaṁ ābādhāya saṁvattati, na ca labbhati rūpe,
“Evaṁ me rūpaṁ hotu, evaṁ me rūpaṁ mā ahosī” ti.
Vedanā anattā, vedanā ca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa, nayidaṁ
vedanā ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca vedanāya, “Evaṁ me
vedanā hotu, evaṁ me vedanā mā ahosī” ti. Yasmā ca kho bhikkhave
vedanā anattā, tasmā vedanā ābādhāya saṁvattati, na ca labbhati
vedanāya, “Evaṁ me vedanā hotu, evaṁ me vedanā mā ahosī” ti.
Saññā anattā, saññā ca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa, nayidaṁ
saññā ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca saññāya, “Evaṁ me saññā
hotu, evaṁ me saññā mā ahosī” ti. Yasmā ca kho bhikkhave saññā
anattā, tasmā saññā ābādhāya saṁvattati, na ca labbhati saññāya,
“Evaṁ me saññā hotu, evaṁ me saññā mā ahosī” ti.
Saṅkhārā anattā, saṅkhārā ca hidaṁ bhikkhave attā abhavissaṁsu,
nayidaṁ saṅkhārā ābādhāya saṁvatteyyuṁ, labbhetha ca saṅkhāresu,
“Evaṁ me saṅkhārā hontu, evaṁ me saṅkhārā mā ahesun” ti. Yasmā ca
kho bhikkhave saṅkhārā anattā, tasmā saṅkhārā ābādhāya saṁvattanti,
na ca labbhati saṅkhāresu “Evaṁ me saṅkhārā hontu, evaṁ me
saṅkhārā mā ahesun” ti.
Viññāṇaṁ anattā, viññāṇañca hidaṁ bhikkhave attā abhavissa,
nayidaṁ viññāṇam ābādhāya saṁvatteyya, labbhetha ca viññāṇe
“Evaṁ me viññāṇaṁ hotu, evaṁ me viññāṇaṁ mā ahosī” ti. Yasmā ca
kho bhikkhave viññāṇaṁ anattā, tasmā viññāṇaṁ ābādhāya saṁvattati,
na ca labbhati viññāṇe, “Evaṁ me viññāṇaṁ hotu, evaṁ me viññāṇaṁ
mā ahosī” ti.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, rūpam niccaṁ vā aniccaṁ vāti?
Aniccaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, vedanā niccā vā aniccā vāti?
Aniccā bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, saññā niccā vā aniccā vāti?
Aniccā bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave, saṅkhārā niccā vā aniccā vāti?
Aniccā bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Taṁ kiṁ maññatha bhikkhave,viññāṇaṁ niccaṁ vā aniccaṁ vāti?
Aniccaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ, dukkhaṁ vā taṁ sukhaṁ vāti?
Dukkhaṁ bhante.
Yam panāniccaṁ dukkhaṁ viparināma-dhammaṁ, kallaṁ nu taṁ
samanupassituṁ “Etaṁ mama, esohamasmi, eso me attā” ti?
No hetaṁ bhante.
Tasmā tiha bhikkhave yaṅkiñci rūpaṁ atītānāgata-paccuppannaṁ
ajjhattaṁ vā bahiddhā vā oḷārikaṁ vā sukhumaṁ vā hīnaṁ vā paṇītaṁ
vā yandūre santike vā, sabbaṁ rūpaṁ “Netaṁ mama, nesohamasmi, na
me so attā” ti evametaṁ yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Yā kāci vedanā atītānāgata-paccuppannā ajjhattā vā bahiddhā vā
oḷārikā vā sukhumā vā hīnā vā paṇītā vā yā dūre santike vā, sabbā
vedanā “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so attā” ti evametaṁ
yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Yā kāci saññā atītānāgata-paccuppannā ajjhattā vā bahiddhā vā
oḷārikā vā sukhumā vā hīnā vā paṇītā vā yā dūre santike vā, sabbā
saññā “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so attā” ti evametaṁ
yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Ye keci saṅkhārā atītānāgata-paccuppannā ajjhattā vā bahiddhā vā
oḷārikā vā sukhumā vā hīnā vā paṇītā vā ye dūre santike vā, sabbe
saṅkhārā “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so attā” ti evametaṁ
yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Yaṅkiñci viññāṇaṁ atītānāgata-paccuppannaṁ ajjhattaṁ vā
bahiddhā vā oḷārikaṁ vā sukhumaṁ vā hīnaṁ vā paṇītaṁ vā yandūre
santike vā, sabbaṁ viññāṇaṁ “Netaṁ mama, nesohamasmi, na me so
attā” ti evametaṁ yathābhūtaṁ sammappaññāya daṭṭhabbaṁ.
Evaṁ passaṁ bhikkhave sutvā ariyasāvako rūpasmim pi nibbindati,
vedanāya pi nibbindati, saññāya pi nibbindati, saṅkhāresu pi
nibbindati, viññāṇasmim pi nibbindati, nibbindaṁ virajjati, virāgā
vimuccati, vimuttasmiṁ “Vimuttam” iti ñāṇaṁ hoti, “Khīṇā jāti,
vusitaṁ brahmacariyaṁ, kataṁ karaṇīyaṁ, nāparaṁ itthattāyā” ti
pajānātī ti.
Idamavoca Bhagavā. Attamanā pañcavaggiyā bhikkhū Bhagavato
bhāsitaṁ abhinanduṁ. Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ
bhaññamāne pañcavaggiyānaṁ bhikkhūnaṁ anupādāya āsavehi
cittāni vimucciṁsūti.
Anattalakkhaṇa Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya
1) Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā bersemayam di dekat Benares, di
Isipatana, di Taman Rusa (Migadāya).
Di sana, Sang Bhagavā bersabda kepada rombongan lima orang bhikkhu:
Assajji, Vappa, Bhadiya, Koṇḍañña, Mahānama.
“O, para Bhikkhu.”
“Ya, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
2) “O, para Bhikkhu, badan jasmani (Rūpa) bukan aku. Jika badan jasmani
ini aku, maka badan jasmani ini tidak menimbulkan penderitaan. Orang
yang memiliki badan jasmani demikian akan berpikir:
“Biarlah badan jasmaniku seperti ini, biarlah badan jasmaniku tidak
seperti ini.”
Tetapi oleh karena badan jasmani ini bukan aku, maka badan jasmani ini
menimbulkan penderitaan. Tidak seorang pun dapat memiliki badan
jasmani, dengan demikian ia akan berpikir:
“Biarlah badan jasmaniku seperti ini, biarlah badan jasmaniku tidak
seperti ini.”
3) “O, para Bhikkhu, perasaan (Vedanā) bukan aku . . . .
4) “O, para Bhikkhu, pencerapan (Saññā) bukan aku . . . .
5) “O, para Bhikkhu, bentuk pikiran (Saṅkhārā) bukan aku . . . .
6) “O, para Bhikkhu, kesadaran indria (Viññāṇa) bukan aku. Jika kesadaran
indria ini aku, maka kesadaran indria ini tidak menimbulkan penderitaan.
Orang yang memiliki kesadaran indria demikian akan berpikir:
“Biarlah kesadaran indriaku seperti ini, biarlah kesadaran indriaku tidak
seperti ini.”
Tetapi oleh karena kesadaran indria ini bukan aku, maka menimbulkan
penderitaan. Tidak seorang pun dapat memiliki kesadaran indria, dengan
demikian ia akan berpikir:
“Biarlah kesadaran indriaku seperti ini, biarlah kesadaran indriaku tidak
seperti ini.”
7) “O, para Bhikkhu, bagaimanakah pandanganmu:
“Apakah badan jasmani ini kekal (Nicca) atau tidak kekal (Anicca)?”
“Tidak kekal, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
“Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada
perubahan patut dipandang demikian:
“Ini milikku. Ini aku. Ini diriku?”
“Tidak, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
8) “Apakah perasaan ini kekal atau tidak kekal? . . . .
9) “Apakah pencerapan ini kekal atau tidak kekal? . . . .
10) “Apakah bentuk pikiran ini kekal atau tidak kekal? . . . .
11) “Apakah kesadaran indria ini kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
“Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan (Sukha) atau menyedihkan
(Dukkha)?”
“Menyedihkan (Dukkha), Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
“Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada
perubahan patut dipandang demikian:
“Ini milikku. Ini aku. Ini diriku?”
“Tidak, Bhante.” jawab kelima bhikkhu.
12) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap badan jasmani apa pun; baik yang
lalu, yang akan datang mau pun yang sekarang ada, baik kasar mau pun
halus, baik dalam diri sendiri mau pun di luar diri sendiri, baik rendah
mau pun luhur, baik jauh mau pun dekat sepatutnya dipandang dengan
Pengertian Benar. Demikianlah hendaknya:
“Ini bukan milikku. Ini bukan aku. Ini bukan diriku.”
13) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap perasaan apa pun . . . .
14) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap pencerapan apa pun . . . .
15) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap bentuk pikiran apa pun . . . .
16) “Demikianlah, O, para Bhikkhu, setiap kesadaran indria apa pun; baik
yang lalu, yang akan datang mau pun yang sekarang ada, baik kasar mau
pun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah
mau pun luhur, baik jauh mau pun dekat, sepatutnya dipandang dengan
Pengertian Benar. Demikianlah hendaknya:
“Ini bukan milikku. Ini bukan aku. Ini bukan diriku.”
17) “O, para Bhikkhu, apabila Siswa Ariya yang telah mendengar ini (Ariya-
Sacca) dan telah memahaminya, dia menjauhkan diri dari kemelekatan
badan jasmani, dia menjauhkan diri dari kemelekatan perasaan, dia
menjauhkan diri dari kemelekatan pencerapan, dia menjauhkan diri dari
kemelekatan bentuk pikiran, dia menjauhkan diri dari kemelekatan
kesadaran indria.
18) “Apabila dia telah menjauhkan diri dari semuanya itu, nafsu indria
menjadi lenyap. Dengan lenyapnya nafsu indria, dia terbebas (Vimutti).
Apabila dia telah bebas, timbullah Pengetahuan bahwa dia telah bebas.
Dia memahami:
Tumimbal lahir telah lenyap,
Telah tercapai hidup suci,
Tidak ada lagi yang harus dikerjakan,
Tidak kembali lagi ke dunia ini.”
19) Demikianlah sabda Sang Bhagavā, kelima bhikkhu merasa puas dan
mengerti sabda Beliau.
20) Sewaktu khotbah ini disampaikan, batin kelima bhikkhu tersebut tidak
lagi dikotori oleh kemelekatan.
(Samyutta Nikaya 22.59)
DHAMMACAKKAPPAVATTANA SUTTAṀ
Anuttaraṁ abhisambodhiṁ sambujjhitvā Tathāgato
Pathamaṁ yaṁ adesesi Dhammacakkaṁ anuttaraṁ
Sammadeva pavattento loke appativattiyaṁ
Yatthākkhātā ubho antā patipatti ca majjhimā
Catūsvāriyasaccesu visuddhaṁ ñāṇadassanaṁ
Desitaṁ dhammarājena sammāsambodhikittanaṁ
Nāmena vissutaṁ suttaṁ Dhammacakkappavattanaṁ
Veyyākaraṇapāthena saṅgītantam bhaṇāma se.
Evaṁ me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā Bārāṇasiyaṁ viharati Isipatane Migadāye.
Tatra kho Bhagavā pañcavaggiye bhikkhū āmantesi:
Dve me, bhikkhave, antā pabbajitena na sevitabbā: yo cāyaṁ
kāmesu kāmasukhallikānuyogo; hīno, gammo, pothujjaniko, anariyo,
anatthasañhito; yo cāyaṁ attakilam-athānuyogo; dukkho, anariyo,
anatthasañhito.
Ete te, bhikkhave, ubho ante anupagamma majjhimā paṭipadā
Tathāgatena abhisambuddhā cakkhukaraṇī, ñāṇakaraṇī, upasamāya,
abhiññāya, sambodhāya, nibbānāya saṁvattati.
Katamā ca sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā Tathāgatena
abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇi, upasamāya, abhiññāya,
sambodhāya, nibbānāya saṁvattati?
Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo seyyathīdaṁ:
Sammā-diṭṭhi, sammā-saṅkappo, sammā-vācā, sammā-kammanto,
sammā-ājīvo, sammā-vāyāmo, sammā-sati, sammā-samādhi.
Ayaṁ kho sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā Tathāgatena
abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇi, upasamāya, abhiññāya,
sambodhāya, nibbānāya saṁvattati.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhaṁ ariyasaccaṁ:
Jātipi dukkhā, jarāpi dukkhā, maraṇampi dukkhaṁ, soka-paridevadukkha-
domanassupāyāsāpi dukkhā, appiyehi sampayogo dukkho,
piyehi vippayogo dukkho, yampicchaṁ na labhati tampi dukkhaṁ,
saṅkhittena pañcupādānakkhandā dukkhā.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhasamudayo ariyasaccaṁ:
Yāyaṁ taṇhā ponobbhavikā nandirāgasahagatā tatra
tatrābhinandinī seyyathīdaṁ: kāmataṇhā, bhavataṇhā, vibhavataṇhā.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodho ariyasaccaṁ:
Yo tassā yeva taṇhāya asesavirāganirodho, cāgo, paṭinissaggo, mutti,
anālayo.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodhagāminī paṭipadā
ariyasaccaṁ:
Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo seyyathīdam: Sammā-diṭṭhi,
sammā-saṅkappo, sammā-vācā, sammā-kammanto, sammā-ājīvo,
sammā-vāyāmo, sammā-sati, sammā-samādhi.
Idaṁ dukkhaṁ ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu
dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā
udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññeyyanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññātanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhasamudayo ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe
ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā
udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo, ariyasaccaṁ pahātabbanti
me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi,
ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo, ariyasaccaṁ pahīnanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhanirodho ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu
dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā
udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikātabbanti
me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi,
ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikatanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccanti me bhikkhave,
pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi,
paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccaṁ
bhāvetabbanti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu
cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko
udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccaṁ
bhāvitanti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ
udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Yāva kīvañca me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu
evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ na
suvisuddhaṁ ahosi, neva tāvāhaṁ, bhikkhave, sadevake loke samārake
sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya
anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ.
Yato ca kho me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu
evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ
suvisuddham ahosi, athāham, bhikkhave, sadevake loke samārake
sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya
anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ.
Ñāṇañca pana me dassanaṁ udapādi, “Akuppā me vimutti
ayamantimā jāti, natthidāni punabbhavo” ti.
Idam avoca Bhagavā. Attamanā pañcavaggiyā bhikkhū Bhāgavato
bhāsitaṁ abhinanduṁ.
Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ bhaññamāne āyasmato
Koṇḍaññassa virajaṁ vītamalaṁ Dhammacakkhuṁ udapādi: “Yaṅkinci
samudayadhammaṁ sabbantaṁ nirodhadhamman” ti.
Pavattite ca Bhagavatā Dhammacakke bhummā devā
saddamanussāvesuṁ: “Etaṁ Bhagavatā Bārāṇasiyaṁ Isipatane
Migadāye anuttaraṁ Dhammacakkaṁ pavattitaṁ appaṭivattiyaṁ
samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā
kenaci vā lokasmin” ti.
Bhummānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Cātummahārājikā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Cātummahārājikānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Tāvatiṁsā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Tāvatiṁsānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Yāmā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Yāmānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Tusitā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Tusitānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Nimmānaratī devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Nimmānaratīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Paranimmitavasavattī
devā saddamanussāvesuṁ. . . .
Paranimmitavasavattīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Brahmakāyikā
devā saddamanussāvesuṁ: “Etaṁ Bhagavatā Bārāṇasiyaṁ Isipatane
Migadāye anuttaraṁ Dhammacakkaṁ pavattitaṁ appaṭivattiyaṁ
samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā
kenaci vā lokasmin” ti.
Itiha tena khaṇena, tena muhuttena, yāva brahmalokā saddo
abbhuggacchi. Ayañca dasasahassī lokadhātu saṅkampi sampakampi
sampavedhi, appamāṇo ca oḷāro obhāso loke pāturahosi atikkammeva
devānaṁ devānubhāvaṁ.
Atha kho Bhagavā udānaṁ udānesi: “Aññāsi vata bho Koṇḍañño,
aññāsi vata bho Koṇḍañño” ti.
Itihidaṁ āyasmato Koṇḍaññassa Aññākoṇḍañño tveva nāmaṁ
ahosī ti.
Dhammacakkappavattana Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
1) Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagavā bersemayam di dekat kota Benares, di
Isipatana, di Taman Rusa (Migadāya).
2) Di sana, Sang Bhagavā bersabda kepada rombongan lima orang bhikkhu
(Assajji, Vappa, Bhadiya, Koṇḍañña, Mahānama), demikian:
“Dua hal yang berlebihan (extrim) ini, O, para Bhikkhu, tidak patut
dijalankan oleh mereka yang telah meninggalkan rumah untuk menempuh
kehidupan tak berkeluarga:
3) “Menuruti kesenangan nafsu indria yang rendah, yang tidak berharga dan
tidak berfaedah, biadab, duniawi; atau melakukan penyiksaan diri, yang
menyakitkan, tidak berharga dan tidak berfaedah.
Setelah menghindari kedua hal yang berlebih-lebihan ini, O, para Bhikkhu,
JALAN TENGAH (MAJJHIMĀ-PAṬIPADĀ) yang telah sempurna diselami
oleh Tathāgata, yang membukakan Mata Batin (Cakkhu-Karaṇī), yang
menimbulkan Pengetahuan (Ñāṇa-Karaṇī), yang membawa Ketentraman
(Upasamāya), Kemampuan Batin luar biasa (Abhiññāya), Kesadaran
Agung (Sambodhāya), Pencapaian Nibbāna (Nibbānāya).
4) “Apakah, O, para Bhikkhu, JALAN TENGAH yang telah sempurna diselami
oleh Tathāgata, yang membukakan Mata Batin, yang menimbulkan
Pengetahuan, yang membawa Ketentraman, Kemampuan Batin luar biasa,
Kesadaran Agung, Pencapaian Nibbāna itu?
Tiada lain JALAN ARIYA BERUNSUR DELAPAN / DELAPAN JALAN ARIYA /
ARIYO AṬṬHANGIKO MAGGO, yaitu:
Sammā-Diṭṭhi : Pengertian Benar,
Sammā-Saṅkappo : Pikiran Benar,
Sammā-Vācā : Ucapan Benar,
Sammā-Kammanto : Perbuatan Benar,
Sammā-Ājīvo : Penghidupan Benar,
Sammā-Vāyāmo : Usaha Benar,
Sammā-Sati : Kesadaran Benar,
Sammā-Samādhi : Samādhi Benar,
Itulah sesungguhnya JALAN TENGAH, O, para Bhikkhu, yang telah
sempurna diselami oleh Tathāgata yang membukakan Mata Batin, yang
menimbulkan Pengetahuan, yang membawa Ketentraman, Kemampuan
Batin luar biasa, Kesadaran Agung, dan Pencapaian Nibbāna.
5) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang Dukkha
(DUKKHA ARIYA-SACCA), yaitu:
Kelahiran adalah dukkha,
Usia tua adalah dukkha,
Penyakit adalah dukkha,
Kematian adalah dukkha,
Berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha,
Berpisah dari yang dicintai adalah dukkha,
Tidak memperoleh apa yang diingini adalah dukkha,
Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan (pañcapādānakkhandhā)
merupakan dukkha.
6) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA
DUKKHA (Dukkha-Samudaya Ariya-Sacca), yaitu:
Ketagihan (Taṇhā) yang menyebabkan tumimbal lahir, disertai dengan
nafsu indria (Nandi-Rāga-Sahagatā) yang menemukan kesenangan di
sana sini, yaitu:
Kāma-Taṇhā : ketagihan akan kesenangan indria,
Bhava-Taṇhā : ketagihan akan penjelmaan,
Vibhava-Taṇhā : ketagihan akan pemusnahan diri sendiri.
7) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA
(Dukkha-Nirodha Ariya-Sacca), yaitu:
Terhentinya semua nafsu indria tanpa sisa, melepaskannya, bebas,
terpisah sama sekali dari ketagihan tersebut.
8) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang JALAN YANG
MENUJU AKHIR DUKKHA (Dukkha-Nirodha-Gāminī-Paṭipadā Ariya-Sacca),
tiada lain Jalan Ariya Berunsur Delapan (Aṭṭhangiko Ariyo Maggo), yaitu:
Sammā-Diṭṭhi : Pengertian Benar,
Sammā-Saṅkappo : Pikiran Benar,
Sammā-Vācā : Ucapan Benar,
Sammā-Kammanto : Perbuatan Benar,
Sammā-Ājīvo : Penghidupan Benar,
Sammā-Vāyāmo : Usaha Benar,
Sammā-Sati : Kesadaran Benar,
Sammā-Samādhi : Samādhi Benar,
9) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang DUKKHA. Demikianlah, O, para
Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya
dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan (Cakkhu),
timbullah Pengetahuan (Ñāṇa), timbullah Kebijaksanaan (Paññā),
timbullah Penembusan (Vijjā), Timbullah Cahaya (Āloko).
KEBENARAN ARIYA tentang DUKKHA ini harus dipahami (Pariññeyya).
Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang
belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah
Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah
Penembusan, timbullah Cahaya.
KEBENARAN ARIYA tentang DUKKHA ini telah dipahami. Demikianlah, O,
para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma), yang belum pernah
Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah
Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah
Cahaya.
10) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA DUKKHA. Demikianlah,
O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah
Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah
Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah
Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA DUKKHA yang harus
dilenyapkan (Pahātabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala
sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan
jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah
Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA DUKKHA yang telah dilenyapkan. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu
(Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas.
Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan,
timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
11) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA. Demikianlah, O,
para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah
Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah
Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah
Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA yang harus dicapai
(Sacchikātabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu
(Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas.
Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan,
timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA yang telah dicapai.
Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang
belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah
Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah
Penembusan, timbullah Cahaya.
12) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang JALAN YANG MENUJU AKHIR
DUKKHA. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu
(Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas.
Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan,
timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang JALAN MENUJU AKHIR DUKKHA yang
harus dikembangkan (Bhāvatabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu,
mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar
menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan,
timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang JALAN MENUJU AKHIR DUKKHA yang
telah dikembangkan. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala
sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan
jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah
Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
13) “Demikianlah, selama Pengetahuan dan Pengertian Saya (Yathābhūta Ñāṇa-Dassana) tentang Empat Kesunyataan Mulia sebagaimana adanya,
masing-masing dalam 3 tahap dan 12 segi pandangan ini belum sempurna
betul; maka, O, para Bhikkhu, Saya tidak menyatakan kepada dunia
bersama para dewa dan Māra-nya, kepada semua makhluk, termasuk
dewa-dewa dan manusia-manusia, bahwa Saya telah mencapai
Kebijaksanaan Agung (Anuttara Sammā-Sambhodi).
14) “Ketika Pengetahuan dan Pengertian Saya tentang Empat Kesunyataan
Mulia sebagaimana adanya, masing-masing dalam 3 tahap dan 12 segi
pandangan, telah sempurna; hanya pada saat itu, O, para Bhikkhu, Saya
menyatakan kepada dunia bersama para dewa dan Māra-nya, kepada
semua makhluk, termasuk dewa-dewa dan manusia-manusia, bahwa Saya
telah mencapai Kebijaksanaan Agung.
Timbullah dalam diri Saya Pengetahuan dan Pengertian (Ñāṇa-Dassana):
“Tak terguncangkan Kebebasan Batin Saya (Ceto-Vimutti). Inilah
kelahiran yang terakhir. Tidak ada lagi tumimbal lahir bagi Saya.”
15) Demikianlah sabda Sang Bhagavā; dan kelima bhikkhu itu merasa puas
serta mengerti kata-kata Sang Bhagavā. Tatkala khotbah ini sedang
disampaikan timbullah pada Yang Ariya Koṇḍañña Mata Dhamma
(Dhamma-Cakkhu) yang bersih tanpa noda:
“Segala sesuatu muncul karena ada sebabnya; segala sesuatu akan lenyap
karena sebabnya habis/tidak ada” (Yaṅkiñci samudaya-dhammaṁ
sabban-taṁ nirodha-dhamma).
16) Tatkala Roda Dhamma (Dhamma-Cakka) telah diputar oleh Sang Bhagavā,
dewa-dewa Bumi berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadāya, telah diputar Roda Dhamma
yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan,
baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh
siapa pun di dunia!”
17)Mendengar kata-kata dewa-dewa Bumi, dewa-dewa Cātummahārājikā
berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadāya, telah diputar Roda Dhamma
yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan,
baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh
siapa pun di dunia!”
18)Mendengar gema kata-kata dewa-dewa Cātummahārājikā, dewa-dewa
dari surga Tāvatiṁsā, Yāmā, Tusitā, Nimmānaratī, Paranimmitavasavattī
dan dewa-dewa Alam Brahma, juga berseru:
“Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadāya, telah diputar Roda Dhamma
yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan,
baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh
siapa juga di alam semesta ini!”
19) Demikianlah pada saat itu juga, seketika itu juga, dalam waktu yang
sangat singkat suara itu menembus Alam Brahma. Alam semesta ini
dengan laksana alamnya tergugah dan bergoyang disertai bunyi gemuruh,
dan cahaya yang gilang-gemilang yang tak terukur, melebihi cahaya
dewa, terlihat di dunia.
20) Pada saat itu Sang Bhagavā bersabda:
“Koṇḍañña telah mengerti, Koṇḍañña telah mengerti.” Demikianlah
mulanya bagaimana Yang Ariya Koṇḍañña memperoleh nama julukan
Aññā Koṇḍañña, Koṇḍañña yang (pertama) mengerti.
(Samyutta Nikaya 56.11)
Pathamaṁ yaṁ adesesi Dhammacakkaṁ anuttaraṁ
Sammadeva pavattento loke appativattiyaṁ
Yatthākkhātā ubho antā patipatti ca majjhimā
Catūsvāriyasaccesu visuddhaṁ ñāṇadassanaṁ
Desitaṁ dhammarājena sammāsambodhikittanaṁ
Nāmena vissutaṁ suttaṁ Dhammacakkappavattanaṁ
Veyyākaraṇapāthena saṅgītantam bhaṇāma se.
Evaṁ me sutaṁ:
Ekaṁ samayaṁ Bhagavā Bārāṇasiyaṁ viharati Isipatane Migadāye.
Tatra kho Bhagavā pañcavaggiye bhikkhū āmantesi:
Dve me, bhikkhave, antā pabbajitena na sevitabbā: yo cāyaṁ
kāmesu kāmasukhallikānuyogo; hīno, gammo, pothujjaniko, anariyo,
anatthasañhito; yo cāyaṁ attakilam-athānuyogo; dukkho, anariyo,
anatthasañhito.
Ete te, bhikkhave, ubho ante anupagamma majjhimā paṭipadā
Tathāgatena abhisambuddhā cakkhukaraṇī, ñāṇakaraṇī, upasamāya,
abhiññāya, sambodhāya, nibbānāya saṁvattati.
Katamā ca sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā Tathāgatena
abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇi, upasamāya, abhiññāya,
sambodhāya, nibbānāya saṁvattati?
Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo seyyathīdaṁ:
Sammā-diṭṭhi, sammā-saṅkappo, sammā-vācā, sammā-kammanto,
sammā-ājīvo, sammā-vāyāmo, sammā-sati, sammā-samādhi.
Ayaṁ kho sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā Tathāgatena
abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇi, upasamāya, abhiññāya,
sambodhāya, nibbānāya saṁvattati.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhaṁ ariyasaccaṁ:
Jātipi dukkhā, jarāpi dukkhā, maraṇampi dukkhaṁ, soka-paridevadukkha-
domanassupāyāsāpi dukkhā, appiyehi sampayogo dukkho,
piyehi vippayogo dukkho, yampicchaṁ na labhati tampi dukkhaṁ,
saṅkhittena pañcupādānakkhandā dukkhā.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhasamudayo ariyasaccaṁ:
Yāyaṁ taṇhā ponobbhavikā nandirāgasahagatā tatra
tatrābhinandinī seyyathīdaṁ: kāmataṇhā, bhavataṇhā, vibhavataṇhā.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodho ariyasaccaṁ:
Yo tassā yeva taṇhāya asesavirāganirodho, cāgo, paṭinissaggo, mutti,
anālayo.
Idaṁ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodhagāminī paṭipadā
ariyasaccaṁ:
Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo seyyathīdam: Sammā-diṭṭhi,
sammā-saṅkappo, sammā-vācā, sammā-kammanto, sammā-ājīvo,
sammā-vāyāmo, sammā-sati, sammā-samādhi.
Idaṁ dukkhaṁ ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu
dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā
udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññeyyanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññātanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhasamudayo ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe
ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā
udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo, ariyasaccaṁ pahātabbanti
me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi,
ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo, ariyasaccaṁ pahīnanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhanirodho ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu
dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā
udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikātabbanti
me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi,
ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikatanti me,
bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ
udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Idaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccanti me bhikkhave,
pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi,
paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccaṁ
bhāvetabbanti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu
cakkhuṁ udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko
udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccaṁ
bhāvitanti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṁ
udapādi, ñāṇaṁ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.
Yāva kīvañca me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu
evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ na
suvisuddhaṁ ahosi, neva tāvāhaṁ, bhikkhave, sadevake loke samārake
sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya
anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ.
Yato ca kho me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu
evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ
suvisuddham ahosi, athāham, bhikkhave, sadevake loke samārake
sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya
anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ.
Ñāṇañca pana me dassanaṁ udapādi, “Akuppā me vimutti
ayamantimā jāti, natthidāni punabbhavo” ti.
Idam avoca Bhagavā. Attamanā pañcavaggiyā bhikkhū Bhāgavato
bhāsitaṁ abhinanduṁ.
Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ bhaññamāne āyasmato
Koṇḍaññassa virajaṁ vītamalaṁ Dhammacakkhuṁ udapādi: “Yaṅkinci
samudayadhammaṁ sabbantaṁ nirodhadhamman” ti.
Pavattite ca Bhagavatā Dhammacakke bhummā devā
saddamanussāvesuṁ: “Etaṁ Bhagavatā Bārāṇasiyaṁ Isipatane
Migadāye anuttaraṁ Dhammacakkaṁ pavattitaṁ appaṭivattiyaṁ
samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā
kenaci vā lokasmin” ti.
Bhummānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Cātummahārājikā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Cātummahārājikānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Tāvatiṁsā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Tāvatiṁsānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Yāmā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Yāmānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Tusitā devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Tusitānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Nimmānaratī devā
saddamanussāvesuṁ. . . .
Nimmānaratīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Paranimmitavasavattī
devā saddamanussāvesuṁ. . . .
Paranimmitavasavattīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, Brahmakāyikā
devā saddamanussāvesuṁ: “Etaṁ Bhagavatā Bārāṇasiyaṁ Isipatane
Migadāye anuttaraṁ Dhammacakkaṁ pavattitaṁ appaṭivattiyaṁ
samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā
kenaci vā lokasmin” ti.
Itiha tena khaṇena, tena muhuttena, yāva brahmalokā saddo
abbhuggacchi. Ayañca dasasahassī lokadhātu saṅkampi sampakampi
sampavedhi, appamāṇo ca oḷāro obhāso loke pāturahosi atikkammeva
devānaṁ devānubhāvaṁ.
Atha kho Bhagavā udānaṁ udānesi: “Aññāsi vata bho Koṇḍañño,
aññāsi vata bho Koṇḍañño” ti.
Itihidaṁ āyasmato Koṇḍaññassa Aññākoṇḍañño tveva nāmaṁ
ahosī ti.
Dhammacakkappavattana Suttaṁ niṭṭhitaṁ
Artinya :
1) Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagavā bersemayam di dekat kota Benares, di
Isipatana, di Taman Rusa (Migadāya).
2) Di sana, Sang Bhagavā bersabda kepada rombongan lima orang bhikkhu
(Assajji, Vappa, Bhadiya, Koṇḍañña, Mahānama), demikian:
“Dua hal yang berlebihan (extrim) ini, O, para Bhikkhu, tidak patut
dijalankan oleh mereka yang telah meninggalkan rumah untuk menempuh
kehidupan tak berkeluarga:
3) “Menuruti kesenangan nafsu indria yang rendah, yang tidak berharga dan
tidak berfaedah, biadab, duniawi; atau melakukan penyiksaan diri, yang
menyakitkan, tidak berharga dan tidak berfaedah.
Setelah menghindari kedua hal yang berlebih-lebihan ini, O, para Bhikkhu,
JALAN TENGAH (MAJJHIMĀ-PAṬIPADĀ) yang telah sempurna diselami
oleh Tathāgata, yang membukakan Mata Batin (Cakkhu-Karaṇī), yang
menimbulkan Pengetahuan (Ñāṇa-Karaṇī), yang membawa Ketentraman
(Upasamāya), Kemampuan Batin luar biasa (Abhiññāya), Kesadaran
Agung (Sambodhāya), Pencapaian Nibbāna (Nibbānāya).
4) “Apakah, O, para Bhikkhu, JALAN TENGAH yang telah sempurna diselami
oleh Tathāgata, yang membukakan Mata Batin, yang menimbulkan
Pengetahuan, yang membawa Ketentraman, Kemampuan Batin luar biasa,
Kesadaran Agung, Pencapaian Nibbāna itu?
Tiada lain JALAN ARIYA BERUNSUR DELAPAN / DELAPAN JALAN ARIYA /
ARIYO AṬṬHANGIKO MAGGO, yaitu:
Sammā-Diṭṭhi : Pengertian Benar,
Sammā-Saṅkappo : Pikiran Benar,
Sammā-Vācā : Ucapan Benar,
Sammā-Kammanto : Perbuatan Benar,
Sammā-Ājīvo : Penghidupan Benar,
Sammā-Vāyāmo : Usaha Benar,
Sammā-Sati : Kesadaran Benar,
Sammā-Samādhi : Samādhi Benar,
Itulah sesungguhnya JALAN TENGAH, O, para Bhikkhu, yang telah
sempurna diselami oleh Tathāgata yang membukakan Mata Batin, yang
menimbulkan Pengetahuan, yang membawa Ketentraman, Kemampuan
Batin luar biasa, Kesadaran Agung, dan Pencapaian Nibbāna.
5) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang Dukkha
(DUKKHA ARIYA-SACCA), yaitu:
Kelahiran adalah dukkha,
Usia tua adalah dukkha,
Penyakit adalah dukkha,
Kematian adalah dukkha,
Berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha,
Berpisah dari yang dicintai adalah dukkha,
Tidak memperoleh apa yang diingini adalah dukkha,
Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan (pañcapādānakkhandhā)
merupakan dukkha.
6) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA
DUKKHA (Dukkha-Samudaya Ariya-Sacca), yaitu:
Ketagihan (Taṇhā) yang menyebabkan tumimbal lahir, disertai dengan
nafsu indria (Nandi-Rāga-Sahagatā) yang menemukan kesenangan di
sana sini, yaitu:
Kāma-Taṇhā : ketagihan akan kesenangan indria,
Bhava-Taṇhā : ketagihan akan penjelmaan,
Vibhava-Taṇhā : ketagihan akan pemusnahan diri sendiri.
7) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA
(Dukkha-Nirodha Ariya-Sacca), yaitu:
Terhentinya semua nafsu indria tanpa sisa, melepaskannya, bebas,
terpisah sama sekali dari ketagihan tersebut.
8) “Sekarang, O, para Bhikkhu, KEBENARAN ARIYA tentang JALAN YANG
MENUJU AKHIR DUKKHA (Dukkha-Nirodha-Gāminī-Paṭipadā Ariya-Sacca),
tiada lain Jalan Ariya Berunsur Delapan (Aṭṭhangiko Ariyo Maggo), yaitu:
Sammā-Diṭṭhi : Pengertian Benar,
Sammā-Saṅkappo : Pikiran Benar,
Sammā-Vācā : Ucapan Benar,
Sammā-Kammanto : Perbuatan Benar,
Sammā-Ājīvo : Penghidupan Benar,
Sammā-Vāyāmo : Usaha Benar,
Sammā-Sati : Kesadaran Benar,
Sammā-Samādhi : Samādhi Benar,
9) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang DUKKHA. Demikianlah, O, para
Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya
dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan (Cakkhu),
timbullah Pengetahuan (Ñāṇa), timbullah Kebijaksanaan (Paññā),
timbullah Penembusan (Vijjā), Timbullah Cahaya (Āloko).
KEBENARAN ARIYA tentang DUKKHA ini harus dipahami (Pariññeyya).
Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang
belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah
Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah
Penembusan, timbullah Cahaya.
KEBENARAN ARIYA tentang DUKKHA ini telah dipahami. Demikianlah, O,
para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma), yang belum pernah
Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah
Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah
Cahaya.
10) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA DUKKHA. Demikianlah,
O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah
Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah
Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah
Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA DUKKHA yang harus
dilenyapkan (Pahātabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala
sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan
jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah
Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang ASAL MULA DUKKHA yang telah dilenyapkan. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu
(Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas.
Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan,
timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
11) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA. Demikianlah, O,
para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah
Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah
Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah
Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA yang harus dicapai
(Sacchikātabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu
(Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas.
Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan,
timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang AKHIR DUKKHA yang telah dicapai.
Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang
belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas. Timbullah
Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah
Penembusan, timbullah Cahaya.
12) “Inilah KEBENARAN ARIYA tentang JALAN YANG MENUJU AKHIR
DUKKHA. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala sesuatu
(Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan jelas.
Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan,
timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang JALAN MENUJU AKHIR DUKKHA yang
harus dikembangkan (Bhāvatabba). Demikianlah, O, para Bhikkhu,
mengenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar
menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan,
timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
Inilah KEBENARAN ARIYA tentang JALAN MENUJU AKHIR DUKKHA yang
telah dikembangkan. Demikianlah, O, para Bhikkhu, mengenai segala
sesuatu (Dhamma) yang belum pernah Saya dengar menjadi terang dan
jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah
Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
13) “Demikianlah, selama Pengetahuan dan Pengertian Saya (Yathābhūta Ñāṇa-Dassana) tentang Empat Kesunyataan Mulia sebagaimana adanya,
masing-masing dalam 3 tahap dan 12 segi pandangan ini belum sempurna
betul; maka, O, para Bhikkhu, Saya tidak menyatakan kepada dunia
bersama para dewa dan Māra-nya, kepada semua makhluk, termasuk
dewa-dewa dan manusia-manusia, bahwa Saya telah mencapai
Kebijaksanaan Agung (Anuttara Sammā-Sambhodi).
14) “Ketika Pengetahuan dan Pengertian Saya tentang Empat Kesunyataan
Mulia sebagaimana adanya, masing-masing dalam 3 tahap dan 12 segi
pandangan, telah sempurna; hanya pada saat itu, O, para Bhikkhu, Saya
menyatakan kepada dunia bersama para dewa dan Māra-nya, kepada
semua makhluk, termasuk dewa-dewa dan manusia-manusia, bahwa Saya
telah mencapai Kebijaksanaan Agung.
Timbullah dalam diri Saya Pengetahuan dan Pengertian (Ñāṇa-Dassana):
“Tak terguncangkan Kebebasan Batin Saya (Ceto-Vimutti). Inilah
kelahiran yang terakhir. Tidak ada lagi tumimbal lahir bagi Saya.”
15) Demikianlah sabda Sang Bhagavā; dan kelima bhikkhu itu merasa puas
serta mengerti kata-kata Sang Bhagavā. Tatkala khotbah ini sedang
disampaikan timbullah pada Yang Ariya Koṇḍañña Mata Dhamma
(Dhamma-Cakkhu) yang bersih tanpa noda:
“Segala sesuatu muncul karena ada sebabnya; segala sesuatu akan lenyap
karena sebabnya habis/tidak ada” (Yaṅkiñci samudaya-dhammaṁ
sabban-taṁ nirodha-dhamma).
16) Tatkala Roda Dhamma (Dhamma-Cakka) telah diputar oleh Sang Bhagavā,
dewa-dewa Bumi berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadāya, telah diputar Roda Dhamma
yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan,
baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh
siapa pun di dunia!”
17)Mendengar kata-kata dewa-dewa Bumi, dewa-dewa Cātummahārājikā
berseru serempak:
“Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadāya, telah diputar Roda Dhamma
yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan,
baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh
siapa pun di dunia!”
18)Mendengar gema kata-kata dewa-dewa Cātummahārājikā, dewa-dewa
dari surga Tāvatiṁsā, Yāmā, Tusitā, Nimmānaratī, Paranimmitavasavattī
dan dewa-dewa Alam Brahma, juga berseru:
“Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadāya, telah diputar Roda Dhamma
yang tanpa bandingnya oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan,
baik oleh seorang Samaṇa, Brahmana, Devā, Māra, Brahma, mau pun oleh
siapa juga di alam semesta ini!”
19) Demikianlah pada saat itu juga, seketika itu juga, dalam waktu yang
sangat singkat suara itu menembus Alam Brahma. Alam semesta ini
dengan laksana alamnya tergugah dan bergoyang disertai bunyi gemuruh,
dan cahaya yang gilang-gemilang yang tak terukur, melebihi cahaya
dewa, terlihat di dunia.
20) Pada saat itu Sang Bhagavā bersabda:
“Koṇḍañña telah mengerti, Koṇḍañña telah mengerti.” Demikianlah
mulanya bagaimana Yang Ariya Koṇḍañña memperoleh nama julukan
Aññā Koṇḍañña, Koṇḍañña yang (pertama) mengerti.
(Samyutta Nikaya 56.11)
KHANDHA PARITTA
Handa mayaṁ Khandha parittaṁ bhaṇāma se.
1) Virūpakkhehi me mettaṁ
Mettaṁ Erāpathehi me
Chabyā-puttehi me mettaṁ
Mettaṁ Kaṇhā-Gotamakehi ca
2) Apādakehi me mettaṁ
Mettaṁ di-pādakehi me
Catuppadehi me mettaṁ
Mettaṁ bahuppadehi me
3) Mā maṁ apādako hiṁsi
Mā maṁ hiṁsi di-pādako
Mā maṁ catuppado hiṁsi
Mā maṁ hiṁsi bahuppado
4) Sabbe sattā sabbe pāṇā
Sabbe bhūtā ca kevalā
Sabbe bhadrāni passantu
Mā kiñci pāpamāgamā
5) Appamāṇo Buddho,
Appamāṇo Dhammo,
Appamāṇo Saṅgho,
6) Pamāṇa-vantāni siriṁ-sapāni,
Ahi vicchikā sata-padī uṇṇānābhī sarabū mūsikā,
7) Katā me rakkhā,
Katā me parittā,
Paṭikkamantu bhūtāni.
8) Sohaṁ namo Bhagavato,
Namo sattannaṁ Sammā-Sambuddhānaṁ.
1) Cinta kasihku kepada suku ular-ular Virūpakkha
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Erāpatha
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Chabyā-putta
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Kaṇhā-Gotamaka.
2) Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk tanpa kaki
Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk berkaki dua
Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk berkaki empat
Cinta kasihku kepada makhluk berkaki banyak.
3) Semoga kami tidak mendapat susah dari makhluk-makhluk tanpa kaki;
Juga tidak dari makhluk-makhluk berkaki dua
Semoga makhluk-makhluk berkaki empat tidak menyusahkan kami
Semoga makhluk-makhluk berkaki banyak tidak menyusahkan kami.
4) Semoga semua makhluk hidup
Semua yang dilahirkan dan yang belum lahir
Semoga semua tanpa terkecuali mendapat kebahagiaan
Semoga mereka bebas dari penderitaan.
5) Tak terhingga adalah kebijaksanaan Sang Buddha
Tak terhingga adalah kebijaksanaan Dhamma
Tak terhingga adalah kebijaksanaan Saṅgha.
6) Terbebaslah makhluk-makhluk melata
Seperti ular-ular, ketungging-ketungging, lipan, laba-laba dan tikus.
7) Telah kami panjatkan doa perlindungan
Telah kami panjatkan paritta-paritta yang suci
Silakan makhluk-makhluk pergi dengan damai.
8) Terpujilah Sang Bhagavā
Terpujilah Tujuh Sammā-Sambuddha.
1) Virūpakkhehi me mettaṁ
Mettaṁ Erāpathehi me
Chabyā-puttehi me mettaṁ
Mettaṁ Kaṇhā-Gotamakehi ca
2) Apādakehi me mettaṁ
Mettaṁ di-pādakehi me
Catuppadehi me mettaṁ
Mettaṁ bahuppadehi me
3) Mā maṁ apādako hiṁsi
Mā maṁ hiṁsi di-pādako
Mā maṁ catuppado hiṁsi
Mā maṁ hiṁsi bahuppado
4) Sabbe sattā sabbe pāṇā
Sabbe bhūtā ca kevalā
Sabbe bhadrāni passantu
Mā kiñci pāpamāgamā
5) Appamāṇo Buddho,
Appamāṇo Dhammo,
Appamāṇo Saṅgho,
6) Pamāṇa-vantāni siriṁ-sapāni,
Ahi vicchikā sata-padī uṇṇānābhī sarabū mūsikā,
7) Katā me rakkhā,
Katā me parittā,
Paṭikkamantu bhūtāni.
8) Sohaṁ namo Bhagavato,
Namo sattannaṁ Sammā-Sambuddhānaṁ.
1) Cinta kasihku kepada suku ular-ular Virūpakkha
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Erāpatha
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Chabyā-putta
Cinta kasihku kepada suku ular-ular Kaṇhā-Gotamaka.
2) Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk tanpa kaki
Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk berkaki dua
Cinta kasihku kepada makhluk-makhluk berkaki empat
Cinta kasihku kepada makhluk berkaki banyak.
3) Semoga kami tidak mendapat susah dari makhluk-makhluk tanpa kaki;
Juga tidak dari makhluk-makhluk berkaki dua
Semoga makhluk-makhluk berkaki empat tidak menyusahkan kami
Semoga makhluk-makhluk berkaki banyak tidak menyusahkan kami.
4) Semoga semua makhluk hidup
Semua yang dilahirkan dan yang belum lahir
Semoga semua tanpa terkecuali mendapat kebahagiaan
Semoga mereka bebas dari penderitaan.
5) Tak terhingga adalah kebijaksanaan Sang Buddha
Tak terhingga adalah kebijaksanaan Dhamma
Tak terhingga adalah kebijaksanaan Saṅgha.
6) Terbebaslah makhluk-makhluk melata
Seperti ular-ular, ketungging-ketungging, lipan, laba-laba dan tikus.
7) Telah kami panjatkan doa perlindungan
Telah kami panjatkan paritta-paritta yang suci
Silakan makhluk-makhluk pergi dengan damai.
8) Terpujilah Sang Bhagavā
Terpujilah Tujuh Sammā-Sambuddha.
KARAṆĪYA METTĀ SUTTA
Handa mayaṁ Karaṇīya-mettā suttaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
1) Karaṇīyam-attha-kusalena
yantaṁ santaṁ padaṁ abhisamecca,
Sakko ujū ca suhujū ca
suvaco cassa mudu anatimānī,
2) Santussako ca subharo ca
appakicco ca sallahuka-vutti,
Santindriyo ca nipako ca
appagabbho kulesu ananugiddho.
3) Na ca khuddaṁ samācare kiñci
yena viññū pare upavadeyyuṁ.
Sukhino vā khemino hontu
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
4) Ye keci pāṇa-bhūtatthi
tasā vā thāvarā vā anavasesā,
Dīghā vā ye mahantā vā
majjhimā rassakā aṇuka-thūlā,
5) Diṭṭhā vā ye va adiṭṭhā
ye ca dūre vasanti avidūre,
Bhūtā vā sambhavesī vā
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
6) Na paro paraṁ nikubbetha
nātimaññetha katthaci naṁ kiñci,
Byārosanā paṭīgha-saññā
nāññam-aññassa dukkham-iccheyya.
7) Mātā yathā niyaṁ puttaṁ
āyusā eka-puttam-anurakkhe,
Evam-pi sabba-bhūtesu
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ.
8) Mettañca sabba-lokasmiṁ
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ,
Uddhaṁ adho ca tiriyañca
asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ.
9) Tiṭṭhañcaraṁ nisinno vā
sayāno vā yāvatassa vigatam-iddho,
Etaṁ satiṁ adhiṭṭheyya
brahmam-etaṁ vihāraṁ idham-āhu.
10) Diṭṭhiñca anupagamma
sīlavā dassanena sampanno,
Kāmesu vineyya gedhaṁ,
Na hi jātu gabbha-seyyaṁ punaretī'ti.
1) Inilah yang harus dikerjakan oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan;
Untuk mencapai ketenangan,
Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.
2) Merasa puas, mudah disokong/dilayani,
Tiada sibuk, sederhana hidupnya,
Tenang inderanya, berhati-hati,
Tahu malu, tak melekat pada keluarga.
3) Tak berbuat kesalahan walau pun kecil,
Yang dapat dicela oleh Para Bijaksana,
Hendaklah ia berpikir: Semoga semua makhluk berbahagia dan tenteram;
Semoga semua makhluk berbahagia.
4) Makhluk hidup apa pun juga,
Yang lemah dan kuat tanpa kecuali,
Yang panjang atau besar,
Yang sedang, pendek, kecil atau gemuk.
5) Yang tampak atau tidak tampak,
Yang jauh atau pun dekat,
Yang telah lahir atau yang akan lahir,
Semoga semua makhluk berbahagia.
6) Jangan menipu orang lain,
Atau menghina siapa saja,
Jangan karena marah dan benci,
Mengharap orang lain celaka.
7) Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya,
Melindungi anaknya yang tunggal,
Demikianlah terhadap semua makhluk,
Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.
8) Kasih sayangnya ke segenap alam semesta,
Dipancarkannya pikirannya itu tanpa batas,
Ke atas, ke bawah dan ke sekeliling,
Tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan.
9) Selagi berdiri, berjalan atau duduk,
Atau berbaring, selagi tiada lelap,
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini,
Yang dikatakan: Berdiam dalam Brahma.
10) Tidak berpegang pada pandangan salah (tentang attā atau aku),
Dengan Sīla dan Penglihatan yang sempurna,
Hingga bersih dari nafsu indera,
Ia tak akan lahir dalam rahim mana pun juga.
Bersama-sama :
1) Karaṇīyam-attha-kusalena
yantaṁ santaṁ padaṁ abhisamecca,
Sakko ujū ca suhujū ca
suvaco cassa mudu anatimānī,
2) Santussako ca subharo ca
appakicco ca sallahuka-vutti,
Santindriyo ca nipako ca
appagabbho kulesu ananugiddho.
3) Na ca khuddaṁ samācare kiñci
yena viññū pare upavadeyyuṁ.
Sukhino vā khemino hontu
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
4) Ye keci pāṇa-bhūtatthi
tasā vā thāvarā vā anavasesā,
Dīghā vā ye mahantā vā
majjhimā rassakā aṇuka-thūlā,
5) Diṭṭhā vā ye va adiṭṭhā
ye ca dūre vasanti avidūre,
Bhūtā vā sambhavesī vā
sabbe sattā bhavantu sukhitattā.
6) Na paro paraṁ nikubbetha
nātimaññetha katthaci naṁ kiñci,
Byārosanā paṭīgha-saññā
nāññam-aññassa dukkham-iccheyya.
7) Mātā yathā niyaṁ puttaṁ
āyusā eka-puttam-anurakkhe,
Evam-pi sabba-bhūtesu
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ.
8) Mettañca sabba-lokasmiṁ
māna-sambhāvaye aparimāṇaṁ,
Uddhaṁ adho ca tiriyañca
asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ.
9) Tiṭṭhañcaraṁ nisinno vā
sayāno vā yāvatassa vigatam-iddho,
Etaṁ satiṁ adhiṭṭheyya
brahmam-etaṁ vihāraṁ idham-āhu.
10) Diṭṭhiñca anupagamma
sīlavā dassanena sampanno,
Kāmesu vineyya gedhaṁ,
Na hi jātu gabbha-seyyaṁ punaretī'ti.
1) Inilah yang harus dikerjakan oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan;
Untuk mencapai ketenangan,
Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.
2) Merasa puas, mudah disokong/dilayani,
Tiada sibuk, sederhana hidupnya,
Tenang inderanya, berhati-hati,
Tahu malu, tak melekat pada keluarga.
3) Tak berbuat kesalahan walau pun kecil,
Yang dapat dicela oleh Para Bijaksana,
Hendaklah ia berpikir: Semoga semua makhluk berbahagia dan tenteram;
Semoga semua makhluk berbahagia.
4) Makhluk hidup apa pun juga,
Yang lemah dan kuat tanpa kecuali,
Yang panjang atau besar,
Yang sedang, pendek, kecil atau gemuk.
5) Yang tampak atau tidak tampak,
Yang jauh atau pun dekat,
Yang telah lahir atau yang akan lahir,
Semoga semua makhluk berbahagia.
6) Jangan menipu orang lain,
Atau menghina siapa saja,
Jangan karena marah dan benci,
Mengharap orang lain celaka.
7) Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya,
Melindungi anaknya yang tunggal,
Demikianlah terhadap semua makhluk,
Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.
8) Kasih sayangnya ke segenap alam semesta,
Dipancarkannya pikirannya itu tanpa batas,
Ke atas, ke bawah dan ke sekeliling,
Tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan.
9) Selagi berdiri, berjalan atau duduk,
Atau berbaring, selagi tiada lelap,
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini,
Yang dikatakan: Berdiam dalam Brahma.
10) Tidak berpegang pada pandangan salah (tentang attā atau aku),
Dengan Sīla dan Penglihatan yang sempurna,
Hingga bersih dari nafsu indera,
Ia tak akan lahir dalam rahim mana pun juga.
RATANA SUTTA
Handa mayaṁ Ratana suttaṁ bhaṇāma se.
1) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Sabbe va bhūtā sumanā bhavantu,
Atho pi sakkacca suṇantu bhāsitaṁ.
2) Tasmā hi bhūtā nisāmetha sabbe,
Mettaṁ karotha mānusiyā pajāya.
Divā ca ratto ca haranti ye baliṁ,
Tasmā hi ne rakkhatha appamattā.
3) Yaṁ kiñci vittaṁ idhā vā huraṁ vā,
Saggesu vā yaṁ ratanaṁ paṇītaṁ;
Na no samaṁ atthi Tathāgatena,
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
4) Khayaṁ virāgaṁ amataṁ paṇītaṁ,
Yad-ajjhagā Sakya-munī samāhito;
Na tena dhammena samatthi kiñci,
Idam pi Dhamme ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
5) Yaṁ Buddha-seṭṭho parivaṇṇayī suciṁ,
Samādhim-ānantarikañ-ñām-āhu;
Samādhinā tena samo na vijjati,
Idam pi Dhamme ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
6) Ye puggalā aṭṭha sataṁ pasaṭṭhā,
Cattāri etāni yugāni honti;
Te dakkhiṇeyyā Sugatassa sāvaka,
Etesu dinnāni mahapphalāni;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
7) Ye suppayuttā manasā daḷhena,
Nikkāmino Gotama-sāsanamhi;
Te patti-pattā amataṁ vigayha,
Laddhā mudhā nibbutiṁ bhuñjamānā;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
8) Yathinda-khīlo paṭhaviṁ sito siyā,
Catubbhi vātebhi asampakampiyo.
Tathūpamaṁ sappurisaṁ vadāmi,
Yo ariya-saccāni avecca passati.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
9) Ye ariya-saccāni vibhāvayanti,
Gambhīra-paññena sudesitāni.
Kiñ-cāpi te honti bhusappamattā,
Na te bhavaṁ aṭṭhamam-ādiyanti.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
10) Sahā vassa dassana-sampadāya,
Tayassu dhammā jahitā bhavanti.
Sakkāya-diṭṭhi vicikicchitañ-ca,
Sīlabbataṁ vā pi yad-atthi kiñci.
Catūhapāyehi ca vippamutto,
Cha cābhiṭhānāni abhabbo kātuṁ.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
11) Kiñ-cāpi so kammaṁ karoti pāpakaṁ,
Kāyena vācā uda cetasā vā.
Abhabbo so tassa paṭicchadāya,
Abhabbatā diṭṭha-padassa vuttā.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
12) Vanappagumbe yathā phussi-tagge,
Gimhāna-māse paṭhamasmiṁ gimhe.
Tathūpamaṁ Dhamma-varaṁ adesayi,
Nibbāna-gāmiṁ paramaṁ hitāya.
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
13) Varo varañ-ñū vara-do varāharo,
Anuttaro Dhamma-varaṁ adesayi.
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
14) Khīṇaṁ purāṇaṁ navaṁ natthi sambhavaṁ,
Viratta-cittāyatike bhavasmiṁ;
Te khīṇa-bījā aviruḷhi-chandā,
Nibbanti dhīrā yathāyaṁ padīpo;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
15) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Buddhaṁ namassāma suvatthi hotu.
16) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Dhammaṁ namassāma suvatthi hotu.
17) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Saṅghaṁ namassāma suvatthi hotu.
1) Makhluk apa pun juga yang berkumpul di sini
Baik yang dari dunia, mau pun dari ruang angkasa
Berbahagialah! Perhatikanlah apa yang disabdakan.
2) Maka itu, duhai para makhluk, perhatikanlah
Perlakukanlah umat manusia dengan cinta kasih
Lindungilah mereka dengan tekun, sebagaimana mereka
Mempersembahkan sesajian kepadamu siang dan malam.
3) Harta apa pun juga yang terdapat di sini atau di alam-alam lain
Atau mustika tak ternilai apa pun juga di alam-alam surga
Satu pun tiada yang menyamai Sang Tathāgata
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
4) Pemusnahan nafsu, bebas dari nafsu, bebas dari kematian
Yang telah dicapai oleh Sang Sakya-Muni
Dengan Samādhi benar, tiada apa pun yang dapat menyamai-Nya;
Sesungguhnya, dalam Dhamma terdapat mustika tak ternilai ini.
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
5) Meditasi benar yang dipuji oleh Sang Buddha
Samādhi yang dapat memberikan hasil baik
Tiada satu pun yang dapat menyamai Samādhi ini
Sesungguhnya, dalam Dhamma terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
6) Delapan Makhluk Suci yang dipuji oleh para bijaksana
Merupakan empat pasang Makhluk Suci
Siswa-Siswa Sang Sugata ini berharga untuk diberi persembahan;
Apa yang dipersembahkan kepada mereka, menghasilkan pahala-pahala
besar;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
7) Mereka itu, yang bebas dari nafsu-nafsu, telah melaksanakan dengan
tekad teguh Ajaran Sang Buddha Gotama;
Telah mencapai apa yang harus dicapai
Telah memperoleh kebebasan dari kematian
Mereka menikmati ketentraman yang tak ternilai
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
8) Bagaikan sebuah menara pintu kota beralas kokoh kuat
Tak tergoyahkan oleh angin dari empat penjuru
Demikianlah, kami menamakan orang bijaksana yang telah menembus
Empat Kebenaran Ariya;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
9) Mereka yang telah menembus Empat Kebenaran Ariya
Yang dibabarkan dengan jelas oleh Yang Maha Bijaksana
Sekali pun terkena godaan, mereka tidak akan lahir lagi sampai delapan
kali;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
10) Tiga belenggu dipatahkan oleh yang memiliki Pandangan Benar, yakni:
Sakkāya-Diṭṭhi (kepercayaan takhayul, tentang adanya diri), Vicikiccha
(keraguan) dan Sīlabbataparamasa (kepercayaan takhayul, bahwa upacara sembahyang
dapat membebaskan manusia);
Ia telah bebas dari empat alam yang menyedihkan
Serta tak dapat melakukan enam kejahatan berat
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
11) Perbuatan salah apa pun juga yang dilakukan dengan tubuh, ucapan dan
pikiran, tak dapat ia menyembunyikannya;
Karena telah dikatakan bahwa perbuatan demikian
Tak mungkin dilakukan oleh orang yang telah melihat Nibbāna
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
12) Bagaikan pohon dalam hutan yang berbunga pada awal musim panas;
Demikian Agunglah Dhamma yang menuju Nibbāna
Beliau telah membabarkan untuk kebahagiaan tertinggi
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
13) Yang Tanpa Banding, Yang Maha Tahu, Sang Pembimbing Yang Terbaik.
Sang Pembawa Yang Terbaik telah membabarkan Dhamma
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini.
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
14) Yang lampau telah musnah, tiada penjelmaan baru
Pikiran mereka telah bebas dari kelahiran kembali
Para bijaksana telah memusnahkan benih-benih penjelmaan mereka dan
Nafsunya telah berakhir padam bagaikan lampu ini
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
15)Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Sang Buddha
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
16)Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Dhamma
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
17)Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Saṅgha
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
1) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Sabbe va bhūtā sumanā bhavantu,
Atho pi sakkacca suṇantu bhāsitaṁ.
2) Tasmā hi bhūtā nisāmetha sabbe,
Mettaṁ karotha mānusiyā pajāya.
Divā ca ratto ca haranti ye baliṁ,
Tasmā hi ne rakkhatha appamattā.
3) Yaṁ kiñci vittaṁ idhā vā huraṁ vā,
Saggesu vā yaṁ ratanaṁ paṇītaṁ;
Na no samaṁ atthi Tathāgatena,
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
4) Khayaṁ virāgaṁ amataṁ paṇītaṁ,
Yad-ajjhagā Sakya-munī samāhito;
Na tena dhammena samatthi kiñci,
Idam pi Dhamme ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
5) Yaṁ Buddha-seṭṭho parivaṇṇayī suciṁ,
Samādhim-ānantarikañ-ñām-āhu;
Samādhinā tena samo na vijjati,
Idam pi Dhamme ratanaṁ paṇītaṁ;
Etena saccena suvatthi hotu.
6) Ye puggalā aṭṭha sataṁ pasaṭṭhā,
Cattāri etāni yugāni honti;
Te dakkhiṇeyyā Sugatassa sāvaka,
Etesu dinnāni mahapphalāni;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
7) Ye suppayuttā manasā daḷhena,
Nikkāmino Gotama-sāsanamhi;
Te patti-pattā amataṁ vigayha,
Laddhā mudhā nibbutiṁ bhuñjamānā;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
8) Yathinda-khīlo paṭhaviṁ sito siyā,
Catubbhi vātebhi asampakampiyo.
Tathūpamaṁ sappurisaṁ vadāmi,
Yo ariya-saccāni avecca passati.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
9) Ye ariya-saccāni vibhāvayanti,
Gambhīra-paññena sudesitāni.
Kiñ-cāpi te honti bhusappamattā,
Na te bhavaṁ aṭṭhamam-ādiyanti.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
10) Sahā vassa dassana-sampadāya,
Tayassu dhammā jahitā bhavanti.
Sakkāya-diṭṭhi vicikicchitañ-ca,
Sīlabbataṁ vā pi yad-atthi kiñci.
Catūhapāyehi ca vippamutto,
Cha cābhiṭhānāni abhabbo kātuṁ.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
11) Kiñ-cāpi so kammaṁ karoti pāpakaṁ,
Kāyena vācā uda cetasā vā.
Abhabbo so tassa paṭicchadāya,
Abhabbatā diṭṭha-padassa vuttā.
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
12) Vanappagumbe yathā phussi-tagge,
Gimhāna-māse paṭhamasmiṁ gimhe.
Tathūpamaṁ Dhamma-varaṁ adesayi,
Nibbāna-gāmiṁ paramaṁ hitāya.
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
13) Varo varañ-ñū vara-do varāharo,
Anuttaro Dhamma-varaṁ adesayi.
Idam pi Buddhe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
14) Khīṇaṁ purāṇaṁ navaṁ natthi sambhavaṁ,
Viratta-cittāyatike bhavasmiṁ;
Te khīṇa-bījā aviruḷhi-chandā,
Nibbanti dhīrā yathāyaṁ padīpo;
Idam pi Saṅghe ratanaṁ paṇītaṁ,
Etena saccena suvatthi hotu.
15) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Buddhaṁ namassāma suvatthi hotu.
16) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Dhammaṁ namassāma suvatthi hotu.
17) Yānīdha bhūtāni samāgatāni,
Bhummāni vā yāni va antalikkhe.
Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ,
Saṅghaṁ namassāma suvatthi hotu.
1) Makhluk apa pun juga yang berkumpul di sini
Baik yang dari dunia, mau pun dari ruang angkasa
Berbahagialah! Perhatikanlah apa yang disabdakan.
2) Maka itu, duhai para makhluk, perhatikanlah
Perlakukanlah umat manusia dengan cinta kasih
Lindungilah mereka dengan tekun, sebagaimana mereka
Mempersembahkan sesajian kepadamu siang dan malam.
3) Harta apa pun juga yang terdapat di sini atau di alam-alam lain
Atau mustika tak ternilai apa pun juga di alam-alam surga
Satu pun tiada yang menyamai Sang Tathāgata
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
4) Pemusnahan nafsu, bebas dari nafsu, bebas dari kematian
Yang telah dicapai oleh Sang Sakya-Muni
Dengan Samādhi benar, tiada apa pun yang dapat menyamai-Nya;
Sesungguhnya, dalam Dhamma terdapat mustika tak ternilai ini.
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
5) Meditasi benar yang dipuji oleh Sang Buddha
Samādhi yang dapat memberikan hasil baik
Tiada satu pun yang dapat menyamai Samādhi ini
Sesungguhnya, dalam Dhamma terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
6) Delapan Makhluk Suci yang dipuji oleh para bijaksana
Merupakan empat pasang Makhluk Suci
Siswa-Siswa Sang Sugata ini berharga untuk diberi persembahan;
Apa yang dipersembahkan kepada mereka, menghasilkan pahala-pahala
besar;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
7) Mereka itu, yang bebas dari nafsu-nafsu, telah melaksanakan dengan
tekad teguh Ajaran Sang Buddha Gotama;
Telah mencapai apa yang harus dicapai
Telah memperoleh kebebasan dari kematian
Mereka menikmati ketentraman yang tak ternilai
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
8) Bagaikan sebuah menara pintu kota beralas kokoh kuat
Tak tergoyahkan oleh angin dari empat penjuru
Demikianlah, kami menamakan orang bijaksana yang telah menembus
Empat Kebenaran Ariya;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
9) Mereka yang telah menembus Empat Kebenaran Ariya
Yang dibabarkan dengan jelas oleh Yang Maha Bijaksana
Sekali pun terkena godaan, mereka tidak akan lahir lagi sampai delapan
kali;
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
10) Tiga belenggu dipatahkan oleh yang memiliki Pandangan Benar, yakni:
Sakkāya-Diṭṭhi (kepercayaan takhayul, tentang adanya diri), Vicikiccha
(keraguan) dan Sīlabbataparamasa (kepercayaan takhayul, bahwa upacara sembahyang
dapat membebaskan manusia);
Ia telah bebas dari empat alam yang menyedihkan
Serta tak dapat melakukan enam kejahatan berat
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
11) Perbuatan salah apa pun juga yang dilakukan dengan tubuh, ucapan dan
pikiran, tak dapat ia menyembunyikannya;
Karena telah dikatakan bahwa perbuatan demikian
Tak mungkin dilakukan oleh orang yang telah melihat Nibbāna
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
12) Bagaikan pohon dalam hutan yang berbunga pada awal musim panas;
Demikian Agunglah Dhamma yang menuju Nibbāna
Beliau telah membabarkan untuk kebahagiaan tertinggi
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
13) Yang Tanpa Banding, Yang Maha Tahu, Sang Pembimbing Yang Terbaik.
Sang Pembawa Yang Terbaik telah membabarkan Dhamma
Sesungguhnya, pada Sang Buddha terdapat mustika tak ternilai ini.
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
14) Yang lampau telah musnah, tiada penjelmaan baru
Pikiran mereka telah bebas dari kelahiran kembali
Para bijaksana telah memusnahkan benih-benih penjelmaan mereka dan
Nafsunya telah berakhir padam bagaikan lampu ini
Sesungguhnya, dalam Saṅgha terdapat mustika tak ternilai ini;
Demi kebenaran ini, semoga kita mendapat kebahagiaan.
15)Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Sang Buddha
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
16)Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Dhamma
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
17)Makhluk apa pun juga yang berada di sini,
Baik dari dunia ini atau dari angkasa;
Marilah bersama-sama kita menghormat Saṅgha
Sang Tathāgata, yang dipūjā oleh para dewa dan manusia,
Semoga kita mendapat kebahagiaan.
TISARAṆA
Handa mayaṁ Ti-saraṇa-gamana-pāṭhaṁ bhaṇāma se.
Bersama-sama :
1) Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
2) Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
3) Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
1) aku berlindung kepada Buddha.
aku berlindung kepada Dhamma.
aku berlindung kepada Saṅgha (baca: Sang-gha).
2) Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3) Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
Bersama-sama :
1) Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
2) Dutiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Dutiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
3) Tatiyampi Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
Tatiyampi Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi.
1) aku berlindung kepada Buddha.
aku berlindung kepada Dhamma.
aku berlindung kepada Saṅgha (baca: Sang-gha).
2) Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
3) Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma.
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Saṅgha.
BUDDHĀNUSSATI, DHAMMĀNUSSATI dan SAṄGHĀNUSSATI
BUDDHĀNUSSATI
Handa mayaṁ Buddhānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Iti pi so Bhagavā Arahaṁ Sammā-Sambuddho,
Vijjā-caraṇa-sampanno Sugato Lokavidū,
Anuttaro purisa-damma-sārathi satthā deva-manussānaṁ Buddho Bhagavā'ti.
Demikianlah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna;
Sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya, Sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbāna), Pengenal segenap alam; Pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar (Bangun), Yang patut Dimuliakan.
DHAMMĀNUSSATI
Handa mayaṁ Dhammānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Svākkhāto Bhagavatā Dhammo,
Sandiṭṭhiko akāliko ehipassiko,
Opanayiko paccattaṁ veditabbo viññūhī'ti.
Dhamma Sang Bhagavā telah sempurna dibabarkan; Berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan; Menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.
SAṄGHĀNUSSATI
Handa mayaṁ Saṅghānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Supaṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Uju-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Ñāya-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Sāmīci-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Yadidaṁ cattāri purisa-yugāni aṭṭha purisa-puggalā: Esa Bhagavato sāvaka-saṅgho, Āhuneyyo pāhuneyyo dakkhiṇeyyo añjali-karaṇīyo, Anuttaraṁ puññakkhettaṁ lokassā'ti.
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak baik;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak lurus;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak benar;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak patut;
Mereka, merupakan empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis
Makhluk Suci *): Itulah Saṅgha Siswa Sang Bhagavā;
Patut menerima pemberian, tempat bernaung, persembahan serta
penghormatan; Lapangan untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam
semesta.
*) Mereka disebut Ariya Saṅgha: makhluk-makhluk yang telah
mencapai Sotāpatti Magga dan Phala, Sakadāgāmī Magga dan Phala,
Anāgāmī Magga dan Phala, dan Arahatta Magga dan Phala.
Handa mayaṁ Buddhānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Iti pi so Bhagavā Arahaṁ Sammā-Sambuddho,
Vijjā-caraṇa-sampanno Sugato Lokavidū,
Anuttaro purisa-damma-sārathi satthā deva-manussānaṁ Buddho Bhagavā'ti.
Demikianlah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna;
Sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya, Sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbāna), Pengenal segenap alam; Pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar (Bangun), Yang patut Dimuliakan.
DHAMMĀNUSSATI
Handa mayaṁ Dhammānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Svākkhāto Bhagavatā Dhammo,
Sandiṭṭhiko akāliko ehipassiko,
Opanayiko paccattaṁ veditabbo viññūhī'ti.
Dhamma Sang Bhagavā telah sempurna dibabarkan; Berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan; Menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.
SAṄGHĀNUSSATI
Handa mayaṁ Saṅghānussati-nayaṁ karoma se.
Bersama-sama :
Supaṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Uju-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Ñāya-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Sāmīci-paṭipanno Bhagavato sāvaka-saṅgho,
Yadidaṁ cattāri purisa-yugāni aṭṭha purisa-puggalā: Esa Bhagavato sāvaka-saṅgho, Āhuneyyo pāhuneyyo dakkhiṇeyyo añjali-karaṇīyo, Anuttaraṁ puññakkhettaṁ lokassā'ti.
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak baik;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak lurus;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak benar;
Saṅgha Siswa Sang Bhagavā telah bertindak patut;
Mereka, merupakan empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis
Makhluk Suci *): Itulah Saṅgha Siswa Sang Bhagavā;
Patut menerima pemberian, tempat bernaung, persembahan serta
penghormatan; Lapangan untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam
semesta.
*) Mereka disebut Ariya Saṅgha: makhluk-makhluk yang telah
mencapai Sotāpatti Magga dan Phala, Sakadāgāmī Magga dan Phala,
Anāgāmī Magga dan Phala, dan Arahatta Magga dan Phala.
28 Rupa
Rupa (Materi & Energi) terdiri dari :
1. Unsur Dasar dimana terdiri dari 4 unsur besar yaitu :
*Pathavi (Unsur Tanah)
*Apo (Unsur Air)
*Tejo (Unsur Api)
*Vayo (Unsur Angin)
2. Unsur Turunan dimana terdiri dari 24 jenis materi :
*5 Pasada Rupa yaitu :
Cakkhu – pasada : Bagian peka dari Mata, ia menyebar dalam 7 Lapis di dalam Pupil Mata dimana Bayangan2 muncul.
Sota – pasada : Bagian peka dari Telinga, ia menyebar di dalam Tempat yang berbentuk Sebuah Cincin di dalam Lubang-Telinga.
Ghana – pasada : Bagian peka dari Hidung, ia menyebar di dalam Tempat yang berbentuk seperti Kaki Kambing di dalam Lubang Hidung
Jivha – pasada : Bagian peka dari Lidah, ia menyebar di tengah Permukaan Atas dari Lidah.
Kaya – pasada : Bagian peka dari Tubuh, ia menyebar ke seluruh Tubuh peka pada Sentuhan, tidak termasuk Rambut-Kepala, Rambut-Tubuh, Kuku dan Kulit Keras yang kering.
*4-7 Gocara Rupa yaitu :
Ruparammana -- Bentuk yang kelihatan.
Saddarammana -- Bunyi (sadda).
Gandharammana -- Bau2-an (gandha)
Rasarammana -- Cita-rasa (rasa).
Photthabbarammana -- Objek2 Nyata (pathavi, tejo, vayo)
*2 Bhava Rupa yaitu :
Itthi – bhava -- Mutu Materi yang menanamkan Kewanitaan, ia tersebar pada seluruh Tubuh Wanita.
Purisa – bhava -- Mutu Materi yang menanamkan Kejantanan, ia tersebar pada seluruh Tubuh Laki-laki.
*1 Hadaya Rupa yaitu :
Hadaya – vatthu -- Landasan-Jantung yang menyebar di dalam Darah di dalam Jantung. Ia adalah Tempat duduk Kesadaran (mano-vinnana).
*1 Jivita Rupa yaitu :
Jivitindriya-rupa -- Daya vital dari kammaja-rupa yang tersebar di seluruh Tubuh.
*1 Ahara Rupa yaitu :
Ahara-rupa -- Sari dari Nutrisi (oja) yang menyokong Tubuh.
*1 Pariccheda Rupa yaitu :
Pariccheda-rupa ialah antara Atom atau diantara Ruang Atom yang membatasi atau memisahkan Grup Materi (rupa-kalapa).
* Vinnati Rupa yaitu :
Kaya – Vinnatti -- Gerakan oleh Tangan, Kepala, Mata, Kaki dsb… yang membuat Orang lain mengerti Maksudnya.
Vaci – Vinnatti -- Gerakan Mulut untuk menghasilkan Pembicaraan yang membuat Orang lain mengerti Maksudnya.
*Vikara Rupa atau Lahutadi Rupa yaitu :
Rupassa-lahuta -- Keringanan fisik atau Kemampuan mengapung, ia menekan Keberatan dalam Tubuh.
Rupassa-muduta -- Elastisitas fisik, ia memindahkan Kekakuan dalam Tubuh dan di perbandingkan pada Satu Kulit yang di tempa dengan baik.
Rupassa-kammannata -- Kemampuan penyesuaian fisik, ia melawan Kekakuan dari Tubuh dan di bandingkan pada Emas yang di tempa dengan baik.
*Lakhana Rupa yaitu :
Upacaya rupa -- Timbulnya rupa pada Saat Pembuahan, dan berlanjut dari tumbuhnya rupa sampai rupa yang di dapat dalam Kehidupan sempurna terbentuk.
Santati rupa -- Urut2-an timbulnya rupa selama Jangka Waktu-Kehidupan.
Jarata rupa -- Rupa yang merupakan Perkembangan dan Pembusukan selama Periode Keberadaan dari 15 Saat2 Sadar.
Aniccata rupa -- Rupa yang merupakan Peleburan pada Saat Pembubaran dari Rupa yang sebenarnya.
Sadhu sadhu sadhu...
1. Unsur Dasar dimana terdiri dari 4 unsur besar yaitu :
*Pathavi (Unsur Tanah)
*Apo (Unsur Air)
*Tejo (Unsur Api)
*Vayo (Unsur Angin)
2. Unsur Turunan dimana terdiri dari 24 jenis materi :
*5 Pasada Rupa yaitu :
Cakkhu – pasada : Bagian peka dari Mata, ia menyebar dalam 7 Lapis di dalam Pupil Mata dimana Bayangan2 muncul.
Sota – pasada : Bagian peka dari Telinga, ia menyebar di dalam Tempat yang berbentuk Sebuah Cincin di dalam Lubang-Telinga.
Ghana – pasada : Bagian peka dari Hidung, ia menyebar di dalam Tempat yang berbentuk seperti Kaki Kambing di dalam Lubang Hidung
Jivha – pasada : Bagian peka dari Lidah, ia menyebar di tengah Permukaan Atas dari Lidah.
Kaya – pasada : Bagian peka dari Tubuh, ia menyebar ke seluruh Tubuh peka pada Sentuhan, tidak termasuk Rambut-Kepala, Rambut-Tubuh, Kuku dan Kulit Keras yang kering.
*4-7 Gocara Rupa yaitu :
Ruparammana -- Bentuk yang kelihatan.
Saddarammana -- Bunyi (sadda).
Gandharammana -- Bau2-an (gandha)
Rasarammana -- Cita-rasa (rasa).
Photthabbarammana -- Objek2 Nyata (pathavi, tejo, vayo)
*2 Bhava Rupa yaitu :
Itthi – bhava -- Mutu Materi yang menanamkan Kewanitaan, ia tersebar pada seluruh Tubuh Wanita.
Purisa – bhava -- Mutu Materi yang menanamkan Kejantanan, ia tersebar pada seluruh Tubuh Laki-laki.
*1 Hadaya Rupa yaitu :
Hadaya – vatthu -- Landasan-Jantung yang menyebar di dalam Darah di dalam Jantung. Ia adalah Tempat duduk Kesadaran (mano-vinnana).
*1 Jivita Rupa yaitu :
Jivitindriya-rupa -- Daya vital dari kammaja-rupa yang tersebar di seluruh Tubuh.
*1 Ahara Rupa yaitu :
Ahara-rupa -- Sari dari Nutrisi (oja) yang menyokong Tubuh.
*1 Pariccheda Rupa yaitu :
Pariccheda-rupa ialah antara Atom atau diantara Ruang Atom yang membatasi atau memisahkan Grup Materi (rupa-kalapa).
* Vinnati Rupa yaitu :
Kaya – Vinnatti -- Gerakan oleh Tangan, Kepala, Mata, Kaki dsb… yang membuat Orang lain mengerti Maksudnya.
Vaci – Vinnatti -- Gerakan Mulut untuk menghasilkan Pembicaraan yang membuat Orang lain mengerti Maksudnya.
*Vikara Rupa atau Lahutadi Rupa yaitu :
Rupassa-lahuta -- Keringanan fisik atau Kemampuan mengapung, ia menekan Keberatan dalam Tubuh.
Rupassa-muduta -- Elastisitas fisik, ia memindahkan Kekakuan dalam Tubuh dan di perbandingkan pada Satu Kulit yang di tempa dengan baik.
Rupassa-kammannata -- Kemampuan penyesuaian fisik, ia melawan Kekakuan dari Tubuh dan di bandingkan pada Emas yang di tempa dengan baik.
*Lakhana Rupa yaitu :
Upacaya rupa -- Timbulnya rupa pada Saat Pembuahan, dan berlanjut dari tumbuhnya rupa sampai rupa yang di dapat dalam Kehidupan sempurna terbentuk.
Santati rupa -- Urut2-an timbulnya rupa selama Jangka Waktu-Kehidupan.
Jarata rupa -- Rupa yang merupakan Perkembangan dan Pembusukan selama Periode Keberadaan dari 15 Saat2 Sadar.
Aniccata rupa -- Rupa yang merupakan Peleburan pada Saat Pembubaran dari Rupa yang sebenarnya.
Sadhu sadhu sadhu...
52 Cetasika
Cetasika Adalah Faktor2
Mental atau yang bersamaan dengan Mental yang timbul
dan padam bersama dengan Citta, tergantung pada Citta bagi Kemunculan mereka dan
mempengaruhi Pikiran jadi Buruk, Baik atau Netral selagi
mereka timbul.
Semuanya ada 52 Cetasikas. Pertama mereka di bagi
dalam Tiga Tingkatan sebagai berikut:
1.Annasamana Cetasikas (Pengikut2 Mental
yang Umum – 13)
2.Akusala Cetasikas (Pengikut2 Mental Tidak Bermoral – 14)
3.Sobhana
Cetasikas (Pengikut2 Mental yang Cantik – 25)
52 Cetasika terdiri dari :
1.Annasamana Cetasikas (Pengikut2 Mental yang Umum – 13)
*7 Sabbacitta-Saddharana. Yang
Pokok yang bersekutu dengan Semua Citta.
Phassa -- Kontak
atau Kesan Mental
Vedana --
Perasaan atau Sensasi
Sanna --
Persepsi
Cetana --
Kehendak atau Keinginan
Ekaggata --
Satu Pemusatan – Konsentrasi (Samadhi)
Jivitindriya --
Kehidupan atau Kehidupan Pisik
Manasikara --
Perhatian atau Penuh Perhatian.
*6 Pakinnaka. Yang
Khusus yang memilih bersekutu dengan beberapa sobhana
begitu juga dengan asobhana cittas.
Vitakka --
Penerapan awal atau Konsep Pikiran.
Vicara -- Penerapan
yang di pertahankan atau Pikiran
berkesinambungan.
Adhimokhka -- Keputusan atau Penentuan.
Viriya -- Usaha atau Pengerahan Energi
Piti -- Kegiuran / Kegairahan
Chanda -- Keinginan, Kemauan atau Kehendak.
2.Akusala Cetasikas (Pengikut2 Mental Tidak Bermoral – 14)
*4 Moha Catukha
Moha (avijja) -- Khayalan, Ketidaktahuan, Kebodohan.
Ahirika -- Tidak punya Rasa Malu, Kurang ajar.
Anottapa -- Tidak takut berbuat Salah, Sembrono.
Uddhacca -- Kegelisahan, Gangguan.
*3 Lobha Tri
Lobha -- raga - tanha-- Keserakahan, Kemelekatan, Napsu Indera.
Ditthi -- Pandangan Salah, Pendapat yang jahat
Mana -- Kesombongan, Kebanggaan.
*4 Dosa Catukha
Dosa -- patigha -- Kebencian,
Kemarahan, Ketidaksukaan.
Issa -- Irihati, cemburu.
Macchariya – Ketamakan, Kekikiran, Egois.
Kukkucca -- Khawatir, Berkeberatan, Penyesalan.
*2 Thiduka Cetasika
Thina -- Malas
Middha -- Kelambanan
*1 Vicikicca Cetasika
Vicikiccha -- Keraguan,
Kebingungan.
3.Sobhana Cetasikas (Pengikut2 Mental yang Cantik – 25)
*19 Sobhana Saddharana Cetasika
Saddha -- Kejujuran, Keyakinan.
Sati -- Kesadaran, Penuh Perhatian.
Hiri -- Malu berbuat Salah.
Ottappa -- Takut akan Akibat Perbuatan Jahat.
Alobha --
Tidak
melekat, Ketidak-serakahan,Dermawan.
Adosa --
Tidak
membenci, Keinginan Baik, Penahanan Napsu, Cinta Kasih (metta).
Tatramajjhattata -- Keseimbangan, Keseimbangan Mental.
Kaya-passaddhi -- Ketenangan dari Pengikut2 Mental.
Citta-passadhi -- Ketenangan dari Kesadaran.
Kaya-lahuta -- Kegesitan
atau Keringanan dari Pengikut2 Mental.
Citta-lahuta -- Kegesitan atau
Keringanan dari Kesadaran.
Kaya-muduta -- Elastisitas
dari Pengikut2 Mental.
Citta-muduta -- Elastisitas
dari Kesadaran.
Kaya-Kammannata -- Penyesuaian dari Pengikut2 Mental.
Citta-Kammannata -- Penyesuaian dari Kesadaran.
Kaya-pagunnata -- Keahlian dari Pengikut2 Mental.
Citta-pagunnata -- Keahlian
dari Kesadaran.
Kayujjukata -- Kelurusan dari Pengikut2 Mental.
Cittujjukata -- Kelurusan dari Kesadaran.
*3 Virati Cetasika
Samma-vaca - Pembicaraan Benar.
Samma-kammanta - Perbuatan Benar.
Samma-ajiva - Penghidupan Benar.
*2 Appamanna Cetasika
Karuna - Rasa
Kasihan.
Mudita - Turut Bergembira.
*1 Pannaindriya Cetasika
Panna - Kebikasanaan
Sadhu sadhu sadhu...
Subscribe to:
Posts (Atom)